Upaya percepatan dapat dilakukan dengan menambah kompos, urea, dan ekstrak senyawa humat—senyawa hasil ekstraksi bahan organik pada humus. Dalam uji laboratorium, penambahan senyawa akan mempercepat pelapukan hingga cukup lima tahun saja.
Iskandar menambahkan, debu yang sudah dingin dapat langsung dimanfaatkan sebagai media tanam, tetapi tidak sesubur 10 tahun kemudian. Sifatnya sama dengan pasir umumnya.
Bagi daerah yang mengalami hujan abu tipis, debu yang ada harus segera dimanfaatkan. Bagian luar debu yang masih baru banyak mengandung unsur hara. Jika dibiarkan, unsur hara akan larut terbawa hujan. ”Setelahnya, maka kemanfaatan pasir vulkanik harus menunggu hingga keluarnya unsur hara dalam partikel pasir saat pasir lapuk,” ujarnya.
Sementara itu, matinya ikan-ikan di kolam warga akibat hujan debu vulkanik dinilai ahli hama dan penyakit ikan dari Jurusan Perikanan UGM, Kamiso Handoyo Nitimulyo, diakibatkan oleh perubahan kepekatan dan suhu air kolam.
Air kolam yang terlalu keruh membuat insang tak bisa bekerja baik dan rusak sehingga tak bisa mengambil oksigen. Air yang penuh debu juga akan mengurangi kandungan oksigen dalam air kolam.
Di daerah yang dekat dengan puncak semburan debu, debunya akan sangat panas. Jika masuk ke air, akan mengubah suhu air kolam secara tiba-tiba sehingga ikan-ikan di dalamnya mati. ”Lele dan gurami adalah jenis ikan yang lebih kuat tinggal dalam lingkungan keruh,” katanya.
Untuk menghindari matinya ikan dalam jumlah besar, menurut Kamiso, daerah-daerah yang terkena debu tipis perlu segera mengganti air kolamnya.