Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tabiat Baru Gunung Merapi

Kompas.com - 01/11/2010, 12:00 WIB

Namun, hasil temuan lapangan, dari jenis material yang berhamburan dan jarak hamburannya dari puncak, kemungkinan besar tinggi kolom asap lebih dari 1,5 kilometer. "Semua masih harus diteliti lagi," ungkapnya.

Belum lagi penelitian dituntaskan, letusan kedua muncul. Tiga kali dentuman keras terdengar hingga radius 12 kilometer. Ketinggian asap dilaporkan 3,5 kilometer bersamaan dengan muntahan bola api.

Mengenai dampak hujan abu vulkanik yang lebih jauh dari letusan pertama, hal itu disebabkan arah dan kekuatan angin menuju selatan.

Dari kedua letusan itu belum bisa dipastikan radius luncuran awan panas yang dihasilkan. Yang pasti, belum ada laporan korban tewas akibat luncuran awan panas pada letusan kedua.

Sejarah letusan Sejarah mencatat, pada 1930 terjadi letusan eksplosif Merapi. Lebih dahsyat dari dua letusan kali ini. Saat itu, titik terjauh luncuran awan panas dilaporkan mencapai 12 kilometer dari puncak.

Sebanyak 13 desa rusak parah dengan 1.369 orang tewas dan 2.100 ternak mati. Abu vulkanik setebal 40 sentimeter dan hujan lumpur mencapai Yogyakarta. Membandingkan dengan kondisi Yogyakarta pekan lalu, dampak letusan tahun 1930 jelas jauh lebih besar.

Bagaimana kondisi sebenarnya tahun 1930 itu? "Data kami sangat terbatas. Lagi pula, pemantauan saat itu tak secanggih sekarang," kata Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK Sri Sumarti.

Secara visual, tanda-tanda gunung sebelum meletus dapat dikenali dari asap yang kian hitam dan membubung lebih tinggi serta ada pertumbuhan kubah lava. Guguran batuan juga tambah banyak. Secara seismik jadi lebih sering gempa dan tubuh gunung api menggembung (deformasi). Sebagai gambaran, Merapi sempat menggembung 3 meter sebelum letusan pertama lalu.

Menurut Sri, catatan-catatan seismisitas dan ciri lain itu tidak ada pada letusan tahun 1930. Keputusan peningkatan status Merapi didasarkan atas kondisi terbaru dan potensi bahayanya, termasuk mendasari rekomendasi pengungsian warga.

Erupsi khas Merapi berupa leleran lava dan awan panas itu pula yang selama ini banyak dicatat para peneliti. Erupsi yang khas Merapi.

Kini, tabiat Merapi berbeda. Tak hanya peneliti yang harus menyesuaikan diri, warga pun memiliki tetenger baru. Tak bisa lagi warga bertahan seperti letusan-letusan terdahulu.

Tabiat Merapi yang berbeda kini membawa banyak korban dan kian menyeramkan....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com