Masalah biomassa disampaikan dua guru besar dari Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) yang akan dikukuhkan pada Senin (18/10). Mereka adalah Guru Besar Bidang Teknologi Biokimia Prof Arief Widjaja dan Guru Besar Bidang Bioteknologi Pengolahan Limbah Prof Soeprijanto.
Arief akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul ”Aplikasi Teknologi Biokimia dalam Pengadaan Energi Terbarukan di Indonesia”. Soeprijanto membawakan orasi ilmiah berjudul ”Biokonversi Lignoselulose dari Residu Limbah Pertanian menjadi Biofuel melalui Hidrolisis Enzim dan Fermentasi”.
”Selain glukosa dan pati, biomassa bisa menjadi sumber energi alternatif potensial. Bahannya berlimpah dan murah. Namun, pengolahannya memang lebih rumit ketimbang menggunakan glukosa atau pati,” ucap Soeprijanto.
Semua tanaman pada dasarnya bisa disebut biomassa. Biomassa terdiri atas polimer kumpulan gula yang kompleks. Ini karena biomassa mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Enzim diperlukan untuk memecah ikatan ketiga kandungan itu. Selulosa dan hemiselulosa lalu dipecah kembali menjadi jenis gula yang lebih sederhana.
Penelitian Arief difokuskan pada degradasi selulosa dan hemiselulosa ini. Saat ini, kata Arief, sudah bisa diproduksi enzim untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa. Produksi enzim sangat diperlukan sebab selama ini Indonesia mengimpor enzim dari luar negeri, terutama Amerika Serikat dan Jepang, dengan harga sangat mahal.
Biaya produksi enzim ini, kata Arief, bisa lebih rendah dari seperempat harga jual enzim impor. Bahkan, apabila diproduksi secara massal, Arief meyakini harga bisa ditekan sampai sepersepuluhnya.
Enzim yang diproduksi adalah selulase dan xilanase. Selulase berfungsi memecah selulosa menjadi glukosa, sedangkan xilanase memecah hemiselulosa menjadi gula xilosa. Gula sederhana (glukosa dan xilosa) ini bisa diolah menjadi bioetanol, energi terbarukan.