Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi, Cuaca Aneh, dan Kelestarian "Homo Sapiens"

Kompas.com - 15/09/2010, 04:39 WIB

NINOK LEKSONO

Perlahan-lahan, umat manusia terbiasa dengan cuaca yang berubah dan cenderung menjadi ekstrem. Mengikuti pemberitaan, masih segar dalam ingatan bagaimana China dan Pakistan dihantam banjir dahsyat berkepanjangan, menelan korban ratusan nyawa. Sementara itu, di Rusia gelombang panas menimbulkan kebakaran hutan hebat. Sementara itu, di Tanah Air sendiri, pelajaran sekolah dasar yang membagi negeri dalam dua musim—kemarau dan hujan—sulit dipercaya lagi karena April-Oktober yang harusnya musim kemarau diwarnai hujan dengan curah tinggi.

Mengamati fenomena itu, mantan reporter lingkungan The New York Times, Andrew C Revkin, menulis, (cuaca) yang ekstrem itu kini sudah jadi lumrah/biasa (IHT, 9/9). Kalau hanya itu, meski merisaukan, manusia masih bisa berupaya menanggulangi. Yang lebih serius, menurut Revkin, ekstremitas cuaca ini hanya pendahulu (preview) dari fenomena mendatang—yang tentunya lebih hebat—bila emisi (karbon) tak bisa dikendalikan.

Jika ini merupakan ”kebenaran yang tak mengenakkan” seperti dikatakan Al Gore, memang itulah yang kini dirasakan manusia, yang gencar menyemprotkan karbon ke udara semenjak dimulainya Revolusi Industri di pertengahan abad ke-18.

Seperti juga disinggung Revkin, sejak berpuluh tahun lalu, ilmuwan telah meramalkan bahwa di dunia yang telah dipanaskan gas-gas rumah kaca, cuaca yang berpotensi mendatangkan bencana—seperti gelombang panas, kekeringan, dan banjir—akan terjadi dengan frekuensi kian meningkat. Dalam lingkup lokal, frekuensi terjadinya hujan lebat disertai petir atau puting beliung hebat bisa menjadi salah satu rujukan.

Menanggapi fenomena cuaca ekstrem yang dipicu pemanasan global ini, sebetulnya manusia telah mengambil langkah. PBB menyelenggarakan Konferensi Perubahan Iklim, meskipun bangsa-bangsa tampaknya masih dibelenggu kepentingan nasional masing-masing, sehingga kesepakatan global untuk pengurangan emisi masih sulit dicapai.

Desember ini di Meksiko akan berlangsung pertemuan internasional untuk mencapai kesepakatan pemangkasan karbon. Berdasarkan pengalaman Konferensi Kopenhagen tahun silam, nuansa pesimisme mulai muncul.

Solusi alternatif

Selain mengupayakan pemangkasan emisi karbon, manusia juga mengupayakan pemanfaatan energi baru lebih ramah lingkungan meskipun penggunaan bahan bakar fosil yang memancarkan karbon masih dominan hingga kini. Ini pula yang oleh sebagian kalangan dilihat sebagai pilihan lebih masuk akal dibandingkan dengan pemangkasan emisi karbon secara drastis dan segera.

Pandangan yang disebut terakhir itu muncul dari penulis buku Cool It: The Skeptical Environmentalist’s Guide to Global Warming, Bjorn Lomborg, yang kini juga menjadi Kepala Pusat Konsensus Kopenhagen. Dalam artikelnya di Project Syndicate (The Jakarta Post, 14/9), Lomborg menyebutkan hasil yang diperoleh dari pertemuan para ekonom yang diminta mengkaji ongkos yang harus dibayar untuk menanggulangi emisi karbon.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kualitas Udara yang Kita Masih Abai

Kualitas Udara yang Kita Masih Abai

Fenomena
Kapan Fenomena El Nino Berakhir?

Kapan Fenomena El Nino Berakhir?

Fenomena
Tanaman Rambat Kok Tahu Jalur yang Benar untuk Memanjat? Ini Rahasianya

Tanaman Rambat Kok Tahu Jalur yang Benar untuk Memanjat? Ini Rahasianya

Oh Begitu
Apa yang Terjadi Saat Fenomena El Nino dan La Nina?

Apa yang Terjadi Saat Fenomena El Nino dan La Nina?

Fenomena
Apakah Manfaat Makan Jamur untuk Kesehatan Jantung?

Apakah Manfaat Makan Jamur untuk Kesehatan Jantung?

Oh Begitu
Tak Cemari, 'Karat Pintar' Ini Justru Tingkatkan Kualitas Air

Tak Cemari, "Karat Pintar" Ini Justru Tingkatkan Kualitas Air

Fenomena
Mengenal Hidrogel, Teknologi Baru untuk Mengatasi Kelangkaan Air

Mengenal Hidrogel, Teknologi Baru untuk Mengatasi Kelangkaan Air

Fenomena
Bagaimana Berlian Merah Muda Terbentuk? Studi Ungkap

Bagaimana Berlian Merah Muda Terbentuk? Studi Ungkap

Oh Begitu
Apa yang Membuat Ketan Lengket?

Apa yang Membuat Ketan Lengket?

Oh Begitu
Kabar Buruk, Lebah Berpotensi 'Lenyap' dari Eropa pada 2080

Kabar Buruk, Lebah Berpotensi "Lenyap" dari Eropa pada 2080

Fenomena
Apa Hewan yang Terbang Paling Cepat?

Apa Hewan yang Terbang Paling Cepat?

Oh Begitu
Dari Mana Asal Anggur Muscat?

Dari Mana Asal Anggur Muscat?

Oh Begitu
Panda Raksasa di Kebun Binatang Bisa Menderita Jet Lag, Apa Maksudnya?

Panda Raksasa di Kebun Binatang Bisa Menderita Jet Lag, Apa Maksudnya?

Fenomena
6 Fakta Menarik Paru-paru Manusia

6 Fakta Menarik Paru-paru Manusia

Kita
Apakah Penderita Asam Urat Boleh Makan Jeroan?

Apakah Penderita Asam Urat Boleh Makan Jeroan?

Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com