Proses meminang anak gadis di kalangan suku Lamaholot, Nusa Tenggara Timur, tergolong unik. Meski masyarakat daerah ini tidak pernah memelihara gajah, sejak ratusan tahun lalu gading gajah dijadikan mahar kawin.
Mahar kawin jenis ini, yang dalam masyarakat Lamaholot disebut belis, tak jarang menimbulkan masalah yang cukup rumit, bahkan bagi masyarakat Lamaholot sendiri.
Pembicaraan paling alot antara pihak keluarga perempuan (calon istri) dan laki-laki (calon suami) adalah soal berapa banyak gading gajah yang harus diberikan pihak laki-laki sebagai belis bagi calon istri.
Dalam konteks itu, status sosial seseorang dijadikan ukuran untuk menentukan banyak/sedikit, panjang/pendek, dan besar/kecil-nya gading. Jika calon istri berasal dari keluarga dengan status sosial tinggi, jumlah gading gajah harus banyak dan panjang. Jika perempuan yang bersangkutan berasal dari keluarga sederhana, jumlah dan ukuran gading bisa dikompromikan.
Elias Laga Kelake (72), pedagang gading gajah dari Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur, Flores Timur, akhir Juni lalu menceritakan, bagi suku Lamaholot (Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Lembata dan Pulau Alor Pantar), belis gading gajah tidak bisa diganti dengan benda lain atau uang. ”Di sini tidak ada gajah. Gading yang ada diperoleh dari dalam tanah dan sebagian dibawa dari luar, seperti Malaysia, oleh perantau. Kebanyakan ditemukan di dalam tanah. Umur gading pun sudah ratusan tahun,” kata Laga.
Jika perkawinan merupakan perpaduan antara perempuan asal Lamaholot dan pria dari
Gading gajah dalam bahasa Lamaholot berarti
Ketua adat Desa Demondei, Flores Timur, Philip Laga (57), mengatakan, dalam adat Lamaholot, gading tidak biasa diukur dengan alat ukur umumnya, seperti meteran. Masyarakat hanya menggunakan ukuran depa atau rentangan tangan orang dewasa. Mereka tidak mempersoalkan panjang atau pendek rentangan tangan pria yang mengukur.
Dalam kesepakatan mengenai belis, biasanya keluarga perempuan berperan menentukan panjang, pendek, dan jumlah batang gading. Keluarga perempuan itu terdiri atas kedua orangtua calon pengantin, saudara laki-laki, dan paman (saudara ibu kandung).