Slogan itu tak selamanya dimengerti masyarakat. Salah satu kepala desa di Pulau Kapota, La Hasirun (55), mengatakan, masyarakat tidak pernah bisa memakai alat selam untuk mengetahui benar tidaknya apa yang disebut "surga bawah laut". "Bagaimana masyarakat bisa menyayangi surga bawah laut jika tidak pernah mengenalnya?" kata Hasirun.
Seumur-umur Hasirun belum pernah menggunakan alat selam seperti para pengunjung di Wakatobi. Menyelam untuk sekadar melihat terumbu karang pun jarang dilakukan.
Seperti masyarakat lainnya, hidup di laut yang penting menangkap ikannya. Mereka tak peduli dengan istilah "surga bawah laut" untuk menyebut keelokan terumbu karangnya.
Dan, saat terjadi pemutihan terumbu karang seperti sekarang, mereka pun tak mampu mengetahui: mereka harus berbuat apa.(Nawa Tunggal)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.