Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oom Kruger di Tengah Pretoria

Kompas.com - 12/06/2010, 09:25 WIB

CHURCH SQUARE di pusat kota Pretoria, Afrika Selatan, siang itu, Selasa (8/6/2010), bisa menjadi contoh taman yang ramai dengan pengunjung pada musim dingin.

Tak ada bangku yang kosong. Yang tak kebagian bangku memilih bergeletakan di rumput atau mencangkung di bawah kaki patung Stephanus Johannes Paulus Kruger, yang pernah menjadi Presiden Afrika Selatan untuk wilayah yang ketika itu disebut Transvaal.

Yang menarik, secara kasatmata bisa disebut 99 persen pengunjung taman tersebut warga kulit hitam. Sementara patung besar yang berdiri tegak di tengah taman itu adalah perwujudan dari pria yang—seperti kaum Boer umumnya—menganggap warga kulit hitam tidak lebih baik daripada binatang.

Dalam buku tentang Paul Kruger, yang dicetak tahun 1900, Prescott Holmes menggambarkan bagaimana penghinaan Kruger terhadap warga kulit hitam. ”Mereka bukan manusia, mereka cuma makhluk. Mereka tak punya jiwa yang lebih daripada monyet,” ujarnya geram jika diingatkan bahwa warga kulit hitam adalah manusia spiritual seperti juga kulit putih.

Sikap yang merendahkan seperti itu tak segan-segan ditunjukkan saat seorang misionaris, Moffat, datang ke pertaniannya. Moffat, yang diminta untuk menggelar kebaktian keluarga, bertanya kepada tuan rumah mengapa para budak yang menjadi pembantu rumah tangganya tidak diajak.

Jawaban Kruger, ”Pergi sana ke pegunungan dan panggil baboon (monyet Afrika dan Asia yang masuk dalam keluarga Cercopithecidae) kalau Anda ingin membuat kongregasi seperti itu atau tunggu, saya punya. Anak- anakku, panggil anjing-anjing yang bergeletakan di depan pintu; mereka akan datang!”

Tak seperti pada Perang Boer I, ketika Perang Boer II pecah tahun 1899, kemampuan negosiasi Kruger tak lagi bertuah. Ia pun mengasingkan diri ke Eropa dan setelah berpindah-pindah akhirnya menetap di Clarens, Swiss, hingga meninggalnya tahun 1904. Namanya pun sempat diabadikan di salah satu jalan di kota St Gallen, Swiss.

Namun, setelah 105 tahun muncul suara-suara menentang penggunaan nama Paul Kruger dengan alasan sikap rasisnya yang tak bisa ditoleransi. Pertengahan 2009 pun akhirnya pejabat kota St Gallen memutuskan untuk mengganti nama jalan Krugerstrasse menjadi Duerrenmattstrasse yang diambil dari seorang nama penulis sekaligus dramawan Swiss, Friedrich Duerrenmatt.

Kepada Reuters, Theo Buff, pejabat perencanaan St Gallen, mengaku bahwa tekanan utama datang dari kelompok sayap kiri dan kelompok antirasis. Peresmian nama jalan ini pun bahkan dihadiri oleh diplomat Afrika Selatan.

Sebaliknya, di Afrika Selatan nama Paul Kruger—yang lebih dikenal dengan julukan Oom Kruger—tetap diabadikan. Nama Taman Nasional Kruger yang luasnya hampir 20.000 kilometer persegi, misalnya, diambil dari Oom Kruger, sang presiden yang memproklamasikan pembentukan taman nasional. Begitu juga dengan koin mata uang Afrika Selatan, Krugerrand, masih memampangkan wajahnya di salah satu sisi. Perusahaan pipa cangklong masih memberi nama salah satu produknya, ”Oom Paul”, yang memiliki kekhasan bentuk tekukan penuh dengan mangkuk besar. (Kruger dikenal sebagai pengisap rokok tanpa henti).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com