Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merespons "Badai" Raden Saleh

Kompas.com - 30/05/2010, 03:34 WIB

Sensasi itu bukan muncul dari gambar langit menggila dan perahu tergulung ombak. Badai itu justru terasa hadir nyata karena kita mendengar rekaman suara menderu serta pergerakan kotak-kotak hitam seperti angin yang datang menerjang. Di ruang ini, kita seperti dibenturkan pada dua pendekatan berbeda. Raden Saleh memunculkan badai dengan meniru serealis mungkin pemandangan itu, sedangkan Hafiz menghadirkan badai lewat suara dan gerakan video animasi di layar.

Pertemuan tiga karya tadi memperlihatkan pemetaan pendekatan kreatif seniman dalam merepresentasikan kenyataan. Raden Saleh menuangkannya dengan cara mimesis alias meniru alam sepersis mungkin. Kemiripan gambar manual di atas kanvas dengan obyek di alam nyata merupakan pencapaian berharga di tengah keterbatasan teknologi pada abad ke-19.

Zaman kemudian berubah. Teknologi fotografi dan print digital diadopsi sebagai bagian dari pengembangan teknik melukis. Ketika kemiripan itu tak lagi sulit lagi, Deddy Paw berusaha masuk pada tantangan baru, yaitu mengulik gagasan untuk mempermainkan imajinasi.

Hafiz memilih bergerak di ruang audiovisual lebih lengkap. Tak hanya mengandalkan visual yang diam, seniman ini juga mengolah gambar bergerak alias animasi. Unsur suara juga dimasukkan untuk memperkuat efek lebih dramatis.

Interaksi

Interaksi serupa juga terasa pada banyak karya lain. Lukisan kucing Popo Iskandar tahun 1975, misalnya, diolah ulang dalam lukisan bercorak pop penuh teks oleh Rudi St Darma. Berangkat dari kucing pula, Erwin Pandu Pranata membuat mainan mirip kapsul yang digambari mata kucing dan bisa meneriakkan suara ngreek yang keras.

Pada kasus lain, lukisan halaman rumah yang liris karya Nashar (1957) ditanggapi dengan lukisan halaman rumah bergaya ekspresionisme urban oleh Syahrizal Pahlevi. Sementara Putut Wahyu Widodo menampilkan pemandangan hypermall (rumah masyarakat urban) yang gemerlap dan instan.

Semua contoh itu menggambarkan berbagai reaksi para seniman kontemporer terhadap karya seni rupa modern. Sebagian seniman mengambil ikon-ikon lama dan memainkannya dalam adonan baru. Sebagian menyerap pendekatan lama sebagai batu loncatan untuk melihat kenyataan lebih aktual. Sebagian lagi berkarya secara bebas.

Dialog semacam inilah yang menjadi kekuatan pameran ini. Pertemuan karya dari berbagai generasi ini memang merangsang pembacaan berlapis. Seperti dicatat kurator pameran, Rizki A Zaelani, berbagai risalah yang muncul dalam dialog ini mencerminkan manifestasi dari niat, perhatian, dan mood seniman dalam melihat dan menyikapi persoalan hidup. (ILHAM KHOIRI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau