Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biogas dari Limbah Pabrik

Kompas.com - 14/05/2010, 05:05 WIB

Pengolahan limbah

Untuk mengatasi pencemaran limbah pabrik tahu, Kementerian Riset dan Teknologi mengintroduksi Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) di Desa Kalisari dan Cikembulan yang terpilih menjadi desa percontohan karena merupakan sentra industri kecil tahu di Banyumas.

Uji coba unit percontohan IPAL dilakukan Kementerian Riset dan Teknologi bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas. Peluncuran unit IPAL di dua desa itu dilaksanakan oleh Bupati Banyumas Marjoko, Selasa (11/5).

Unit IPAL ini dikembangkan dengan mengacu pada model yang telah dibangun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk pengolahan limbah kotoran hewan di tempat pemotongan hewan di Cakung Jakarta.

Modifikasi dilakukan pada tabung pengurai limbah (digester) yang digunakan pada TPH Cakung. Agar tabung kedap udara itu dapat mencerna limbah cair pabrik tahu lebih dahulu dimasukkan kotoran sapi.

Tujuannya untuk mengembangbiakkan mikroba yang berasal dari kotoran sampai jumlah tertentu. Sebagai media hunian, mikroba itu dimasukkan tumpukan potongan bambu berdiameter 5 cm-10 cm.

Dalam lingkungan anaerob dalam tangki itu mikroba tertentu mampu mendegradasi limbah yang bersifat asam. Dalam tangki juga terjadi proses metanogenesis dan hidrolisis, hingga dihasilkan gas metan, yang siap disalurkan kembali ke rumah tangga perajin untuk keperluan memasak.

Unit IPAL di Desa Kalisari berkapasitas 20 m per hari, setara dengan 1.200 kg kedelai per hari yang diperlukan 20 industri tahu. Adapun IPAL di Desa Cikembulan kapasitasnya 5 m per hari, setara 300 kg kedelai per hari untuk 5 perajin.

Sementara ini, IPAL di Kalisari dan Cikembulan mampu menampung limbah dari 13 perajin tahu. Hasilnya, biogas bisa dimanfaatkan untuk memasak oleh 21 rumah tangga. Air hasil pengolahan yang masih mengandung nutrien ditampung di empang untuk pakan ikan lele.

Dengan memanfaatkan biogas, rumah tangga perajin dapat berhemat sekitar Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per hari—biasanya untuk membeli bahan bakar kompor. Untuk memanfaatkan biogas itu, perlu penyesuaian alat pengatur suplai gas.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau