YUNI IKAWATI
KOMPAS.com — Meteor yang sampai ke Bumi dalam ukuran cukup besar merupakan kejadian langka, tetapi kemungkinan meteorit mengenai permukiman akan meningkat seiring memadatnya penduduk. Ancaman lain dari antariksa muncul dengan bertambahnya jumlah sampah antariksa berupa rongsokan satelit.
Meteorit yang menimpa rumah seperti yang terjadi pada Kamis (29/4/2010) di permukiman padat di Kelurahan Malakasari, Duren Sawit, Jakarta Timur, menurut catatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), merupakan yang pertama kali terjadi di Indonesia.
Selama ini, meteorit—batu meteor yang sampai ke permukaan Bumi—jatuh di wilayah tak berpenghuni. Tujuh tahun terakhir, Lapan mencatat ada beberapa kejadian meteorit di wilayah Indonesia, antara lain berlokasi di pinggir hutan dekat Pontianak, Kalimantan Barat (2003); di sebuah lahan terbuka di Tegal; dan daerah persawahan di Gianyar, Bali (2008).
Yang terakhir adalah meteor yang jatuh di Bone, Sulawesi Selatan, Oktober 2009. Meteor berdiameter sekitar 10 meter yang jatuh di perairan dekat Teluk Bone ini menimbulkan ledakan yang besar di udara, dan dilihat oleh banyak saksi mata.
Sejak tahun 1908, wilayah daratan Indonesia diketahui pernah kejatuhan 17 meteor berukuran relatif besar. Kejadian paling awal adalah meteor seberat 1,63 kilogram yang ditemukan di Pulau Kangean, Sumenep, Jawa Timur, 27 November 1908. Meteor yang terberat ditemukan di Jumapolo, Jawa Timur, 13 Maret 1984, seberat 32,49 kg.
Kejatuhan benda langit
Setiap bulan sesungguhnya permukaan Bumi ini terkena jatuhan meteorit. Namun, banyak yang tidak diketahui manusia karena meteorit jatuh di laut, hutan, rawa, dan daerah terbuka lainnya. Meteorit yang jatuh di wilayah Indonesia bisa terjadi 2 hingga 3 tahun sekali. Peluang jatuh di darat pun kecil karena sebagian besar wilayahnya berupa lautan.
Ukuran meteorit yang sampai ke permukaan Bumi pun sangat kecil, berupa serpihan dan pasir. Benda antariksa itu masuk ke atmosfer dengan kecepatan sekitar 100.000 kilometer per jam. Ia biasanya akan terkikis oleh massa udara yang relatif padat di atmosfer Bumi. Akibatnya, meteorit akan mulai terbakar dengan suhu ratusan derajat celsius menyerupai bola api pada ketinggian 100 km dari permukaan Bumi.
”Oleh karena itu, begitu sampai di Bumi, meteorit telah hancur berkeping-keping berupa serpihan,” ujar Thomas Djamaluddin, pakar astronomi dan astrofisika dari Lapan.