Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melacak Kapal Karam

Kompas.com - 28/04/2010, 09:03 WIB

Teknologi untuk survei

Potensi situs yang sangat banyak, sedangkan pengawasan lemah di lautan yang sangat luas, menyebabkan kasus-kasus pencurian benda cagar budaya (BCB) bawah air marak sejak tahun 1980-an. Yang paling menghebohkan adalah kasus di sekitar Karang Heliputan, Provinsi Riau. Tahun 1989, Michael Hatchar, arkeolog maritim asal Australia, melakukan pengangkatan BCB secara ilegal. Dari kapal Geldernmaisen yang digunakan untuk mengangkat BCB di bawah air tersebut, disita 140.000 keramik dan 225 logam mulia peninggalan Dinasti Ching dari abad 18-19 Masehi. Meskipun demikian, Hatcher berhasil melelang BCB temuannya di balai lelang Belanda Christie senilai 15 juta dollar AS atau sekitar Rp 135 miliar setara uang rupiah saat ini.

Bukan itu saja, pada 1999 di Batu Hitam, Bangka Belitung, sebuah perusahaan asing mengambil ratusan emas batangan dan 60.000 porselen China dari Dinasti Tang yang dilelang senilai 40 juta dollar AS. Tidak diketahui kasus-kasus pencurian lainnya yang luput dari perhatian.

Cara melacak

Untuk melacak keberadaan kapal karam didahului dengan studi literatur, informasi dari nelayan atau penduduk setempat, dan orang yang mengetahui.

Menurut Gunawan, sesudah itu ditentukan areal survei dalam peta kerja. Kapal dengan menggunakan magnetometer, side scan sonar, deteksi logam, dan GPS Pam Sounder, berkeliling membuat jalur magnetometer.

”Magnetometer yang ditarik kapal berkecepatan 3,5 knot/jam melayang sekitar 7-8 meter dari dasar lautan. Magnetometer bisa mendeteksi keberadaan besi atau logam lain meskipun tertimbun lumpur atau ditutupi karang lebih dari satu meter,” ujarnya.

Jika menemukan timbunan logam, magnetometer memantulkan sinyal yang kemudian ditangkap pada layar komputer di atas kapal. Sinyal ini diubah dalam bentuk tiga dimensi, sehingga petugas di atas kapal bisa memastikan barang yang teridentifikasi di dalam laut tersebut kapal atau bukan. ”Jika diduga kapal, selanjutnya dilakukan penyelaman untuk memastikan muatannya,” kata Gunawan.

Kelihatannya sederhana. Namun, tidak gampang melakukannya karena luasnya wilayah lautan Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com