JAMBI, KOMPAS.com — Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Jambi Didy Wurjanto mengatakan, kematian tiga gajah sumatera yang tengkoraknya ditemukan di lokasi rencana Hutan Tanaman Industri Kabupaten Tebo, Jambi, diduga terjadi akibat dibunuh.
"Dugaan dan dari analisis sementara, tiga gajah itu mati akibat dibunuh dengan cara diracun karena dianggap mengganggu tanaman sawit masyarakat setempat," kata Didy di Jambi, Rabu (24/3/2010), seraya menduga bahwa tiga gajah itu tergolong gajah dewasa.
Sedikitnya, tiga tengkorak gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) ditemukan di areal rencana HTI di Kecamatan Serai Serumpun, Kabupaten Tebo.
Tengkorak tersebut ditemukan di dua tempat terpisah, yaitu di pertemuan Sungai Lalo dan di Sungai Pinang Belai dengan jarak sekitar 600 meter.
Tengkorak gajah itu ditemukan saat tim gabungan BKSDA Jambi dan Wildlife Protection Unit-Frankfurt Zoological Society (WPU-FZS) melakukan patroli dan survei distribusi gajah di wilayah tersebut.
Kepala BKSDA Jambi menjelaskan, kematian gajah itu berkaitan erat dengan konflik antara manusia dan gajah di sekitar habitatnya. Konfik ini terus terjadi di daerah itu sejak beberapa tahun terakhir.
Kawasan yang akan dijadikan HTI tersebut sebenarnya merupakan bagian dari habitat gajah, dan kini sebagian telah berubah menjadi kebun sawit. Dengan demikian, gajah secara otomatis akan memakan tanaman sawit karena makanan pokoknya sudah tidak didapati lagi.
Menurut dia, tanaman sawit masyarakat ini muncul karena perusahaan yang akan membuka HTI membawa masyarakat untuk menjadikan mereka sebagai petani plasma. Namun tanpa disadari, mereka telah merusak habitat gajah.
Gajah merupakan hewan tradisional. Mereka setiap tahun akan melintasi jalur yang sama manakala akan mencari makan, terutama antara Tebo dan Indragiri Hulu (Provnsi Riau) di tepi Taman Nasional Bukit Tiga Puluh yang datarannya rendah.
"Karena daerah lintasannya telah berubah menjadi kebun sawit, gajah-gajah itu terpecah. Sebagian masuk ke kebun sawit masyarakat dan merusaknya," kata Didy.
Oleh karena itu, agar kehidupan hewan bertubuh besar itu tidak terganggu, perusahaan yang akan membuka HTI tidak mengambil seluruh areal lintasan gajah.
"Pemerintah seharusnya juga membatasi agar perusahaan tidak seenaknya membuka areal hutan yang sebenarnya merupakan habitat atau lintasan gajah," ujar Didy yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.