Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika "Kaum Sarungan" Terlibat Muktamar NU

Kompas.com - 24/03/2010, 08:57 WIB

Untuk mengusir kejenuhan, sejumlah peserta muktamar memilih berjalan-jalan mengunjungi peserta lain, berfoto bersama teman, atau membaca koran yang berulang kali dibaca. Ada pula peserta yang memilih tidur terlebih dahulu dengan menyandarkan kepala pada sandaran kursi di depannya.

"Tidak jelas kapan acara akan dimulai. Di undangan disebutkan acara mulai pukul 13.00, tetapi kami diminta berangkat ke lokasi pembukaan sejak pukul 07.00. Tiba di lokasi sejak pukul 09.00," kata Mappasabbi (40), Sekretaris Pengurus Cabang NU Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Untuk mengusir udara panas, sebagian besar peserta menggunakan buku kecil pidato iftitah (pembukaan) Rais Aam Syuriah Pengurus Besar NU KH MA Sahal Mahfudz sebagai kipas.

Selain itu, agar nyaman, mereka juga duduk dengan meletakkan salah satu kaki bersila di kursi dan menanggalkan sandal atau duduk selonjor. Mereka juga bebas menikmati makanan dan minuman yang dibagikan panitia sebagai pengganjal rasa lapar. Bahkan, di sisi kanan panggung, termasuk ketika Presiden memberikan pidato, muktamirin duduk lesehan di atas karpet. Itulah suasana yang terasa tak umum jika dibandingkan dengan acara resmi yang dihadiri Presiden.

Lain di dalam, lain pula di luar ruangan. Sebagian peserta muktamar memilih duduk di luar ruangan demi mendapat udara segar, bebas bergerak, dan bebas merokok. "Lebih enak di luar karena sejuk dan bisa merokok," ujar As’ad Gazeli (50), anggota Pengurus Cabang (PC) NU Martapura, Kalimantan Selatan.

Bagi As'ad, pembukaan muktamar kali ini adalah yang ketiga kali diikutinya. Sebelumnya, ia mengikuti muktamar di Yogyakarta tahun 1989 dan Boyolali (2004). "Bagi kami, pembukaan hanya sekadar seremoni. Kami juga tidak datang jauh-jauh untuk melihat acara dibuka, tetapi karena ingin bertemu teman dan berwisata," tutur Wildani (48), rekan As'ad, yang juga pernah mengikuti dua muktamar sebelumnya. Wildan dan As'ad tak kecewa karena gagal mengikuti acara pembukaan di dalam gedung akibat terlalu penuh.

Ketua PC NU Bondowoso, Jawa Timur, Abdul Qodir Syam (55) pun mengaku tak menyesal tak mengikuti seremonial pembukaan muktamar secara langsung. Ulama yang lima kali mengikuti muktamar itu menilai agenda lain dalam muktamar jauh lebih penting dibandingkan dengan pembukaan. "Mungkin pembukaan lebih cocok bagi ulama muda atau peserta yang baru kali ini mengikuti muktamar," katanya enteng.

Warga NU memang dikenal memiliki karakter yang unik. Mereka sering diidentikkan dengan masyarakat tradisional yang bergerak mencicipi modernitas. Namun, mereka tetap aset bangsa ini.(ASWIN RIZAL HARAHAP dan M ZAID WAHYUDI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau