SEMARANG, KOMPAS.com - Pakar konstruksi dan tata bangunan Universitas Diponegoro Semarang Dr Sri Tudjono mengatakan, bangunan yang bersifat lentur dapat meminimalkan kerusakan yang diakibatkan gempa bumi.
"Material bangunan yang bersifat lentur dapat menyerap energi, baik energi tarikan maupun tekanan, dan beberapa material bangunan yang memiliki sifat lentur adalah besi dan kayu," kata Sri Tudjono di Semarang, Senin (12/10).
Ia mengatakan, besi digunakan sebagai kolom yang berfungsi sebagai bingkai untuk mengikat konstruksi bangunan dan dapat menyerap energi yang muncul, termasuk getaran gempa bumi. Namun, kata dia, banyak bangunan yang tidak menggunakan besi.
"Biasanya, bangunan hanya mengandalkan dinding dari batu bata dan semen yang tidak dilengkapi dengan kolom besi, padahal dinding bata tidak bersifat lentur, tetapi justru bersifat getas dan mudah pecah," katanya.
Karena itu, kata dia, ketika menghadapi energi yang muncul akibat gempa, bangunan yang tidak dilengkapi dengan kolom besi langsung hancur, sementara bangunan yang dilengkapi dengan besi kolom hanya rusak-rusak.
"Namun, kekuatan bangunan yang dilengkapi dengan kolom besi juga tidak menjamin dapat meminimalisasi dampak getaran gempa apabila pemasangan dan konstruksinya tidak sesuai dengan prinsip ’detailing’," katanya.
Prinsip "detailing" di antaranya adalah proses pemasangan sambungan antarbesi kolom, karena para pekerja bangunan biasanya kurang memerhatikan bahwa pemasangan antarbesi harus dikait silang, karena pertimbangan kepraktisan.
"Pekerja bangunan sering memasang sambungan antarbesi kolom secara seadanya, padahal kekuatan dan kelenturan yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh kekuatan sambungan," katanya.
Selain itu, kata Sri, sebuah bangunan dalam jarak tertentu harus diperkuat dengan bingkai berupa besi kolom, idealnya setiap jarak 12 meter persegi, untuk mengikat dan memperkuat antardinding agar tidak mudah runtuh.
"Material yang digunakan berupa campuran semen, pasir, dan kricak (kerikil) juga harus ditakar dengan perbandingan 1:2:3, dan air yang digunakan sebaiknya memiliki takaran 0,4-0,45 persen, jangan terlalu banyak," katanya.