JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya konservasi di tanah air perlu melibatkan masyarakat. Terlebih lagi jika konservasi hendak dikaitkan dengan kegiatan ekonomi, seperti pariwisata.
Hal itu yang antara lain terungkap dalam acara diskusi bulanan Badan Pelestari Pusaka Indonesia bertema, Teori Konservasi, Kamis (9/7). Selama ini, upaya konservasi menjadi proyek pemerintah. Dibuat rancangan dan dibangun dengan melibatkan arsitektur dan konsultan. Setelah itu selesai, ujar pembicara dalam diskusi tersebut, arsitek dari Universitas Kristen Petra Surabaya Timoticin Kwanda.
Padahal, saat mengkonservasi bangunan, dapat pula sekaligus mengkonservasi kearifan lokal masyarakatnya. Di Vietnam, misalnya, dalam proyek konservasi Banglamphu, kejeniusan lokal masyarakat membuat kerajinan emas, bermusik, dan bertukang dihidupkan kembali. Masyarakat dilatih lagi sehingga keahlian mereka terhadap kayu dikembangkan lagi. Komunitas di sekitarnya dilibatkan.
Ini juga bisa diterapkan di Indonesia. Ketika mengkonservasi bangunan Jawa, misalnya, sekaligus dikembangkan kemampuan para ahli bangunan Jawa lokal sehingga teknologi, pengetahuan, dan filsafatnya tidak hilang, ujarnya.
Agar menjadi nilai tambah bagi masyarakat, upaya konservasi juga bisa dikaitkan dengan kegiatan ekonomi seperti pariwisata. Dengan demikian, pekerjaan konservasi perlu melibatkan para pemangku kepentingan di bidang tersebut.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!