JAKARTA, KOMPAS.com — Perdagangan orangutan makin marak dan tidak ada indikasi penurunan. Jika masih dibiarkan seperti saat ini, hal tersebut dapat menyebabkan populasinya terus menurun hingga terancam punah.
Demikian kesimpulan TRAFFIC, LSM pemantau perdagangan satwa dilindungi dalam laporan terbarunya. Salah satu penyebab makin maraknya perdagangan satwa langka tersebut karena tidak adanya penegakan hukum yang kuat.
"Tidak ada tekanan untuk mengatasi pelaku kriminal tersebut. Jika tertangkap tak dihukum," ujar Chris Shephard, Direktur Aksi TRAFFIC untuk Asia Tenggara.
Ia mengatakan, Indonesia yang merupakan habitat terbesar orangutan memiliki hukum yang memadai untuk mencegah perdagangan orangutan. Namun, menurutnya, belum dilakukan penegakan hukum yang kuat.
"Tanpa hukuman yang setimpal, perdagangan ilegal akan terus berlangsung dan spesies tersebut akan makin mendekati ambang kepunahan," ujar Shephard.
Data survei yang dilakukan TRAFFIC menunjukkan, perdagangan orangutan dalam dekade terakhir lebih besar dari dekade sebelumnya. Orangutan sumatera (Pongo pygmaeus abelii) paling banyak diperdagangkan dibandingkan spesies lain dari Kalimantan.
Di tahun 1990-an, rata-rata populasi orangutan berkurang sekitar 1.000 ekor orangutan setiap tahun. Secara keseluruhan populasinya turun 80 persen dalam 75 tahun terakhir. Saat ini jumlah orangutan di habitat alaminya diperkirakan tinggal tersisa 7.000 ekor.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!