SAMBAS, KOMPAS.com - Polri dan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Dephut serius melakukan penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran lingkungan hidup di Taman Wisata Alam (TWA) Tanjung Belimbing, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Edy Sutiyarto dari BKSDA Kalbar di Sambas, Rabu (1/4), dalam lokakarya multipihak tentang pengelolaan habitat peteluran penyu di Kecamatan Paloh mengatakan pada 2008, pihaknya pernah menangkap tangan satu pelaku memiliki dan menyimpan telur penyu sebanyak 6317 butir tanpa dilengkapi Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa yang Sah (SATS). "Pelaku divonis 1 bulan 18 hari," katanya.
Edy mengatakan telur penyu biasanya dijual di pasar tradisional, warung makan dan minum, serta warung kopi
Menurut Edy Sutiyarto , faktor penyebab maraknya perdagangan telur penyu antara lain karena minimnya kesadartahuan masyarakat tentang penyu dan telurnya yang tergolong dilindungi, serta belum maksimalnya intensitas operasi pengamanan tumbuhan dan satwa liar.
Penegakan hukum sendiri dilakukan oleh Penyidik PNS SPORC (Satuan Polisi Reaksi Cepat), Polhut Balai KSDA dan Staf Seksi Konservasi Wilayah melakukan investigasi dan operasi pengamanan peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilindungi
Edy mengatakan ada enam jenis penyu di kawasan TWA di daerahnya yaitu penyu hijau, penyu sisik, penyu belimbing, penyu lekang, penyu tempayan, dan penyu pipih.
Penyu tersebut dilindungi berdasarkan PP 7 Tahun 1999 dan Appendix 1 CITES, serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya.
TWA Tanjung Belimbing yang mempunyai luas 810,30 hektare pada 1995 diakui sebagai Taman Wisata Alam dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Barat, dan pada tahun 2000 ditunjuk sebagai Taman Wisata Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan.
Tiada lagi
Sedangkan Kapolres Sambas AKBP Badya Wijaya mengatakan saat ini sudah tidak ada lagi perdagangan ilegal penyu dan telur di wilayahnya. "Sudah tidak ada lagi perdagangan ilegal, pengambilan telur penyu oleh masyarakat paling hanya untuk keperluan sendiri," kata Badya.
Sedangkan Bupati Sambas Kalimantan Barat Burhanuddin A Rasyid menyatakan, pihaknya serius untuk melakukan konservasi dan memanfaatkan potensi penyu dan Taman Wisata Alam (TWA) Tanjung Belimbing secara arif dan berkesinambunga.
"TWA Tanjung Belimbing dan penyu tetap kita pelihara tetapi kita buat bagaimana wisatawan bisa masuk ke daerah tersebut," kata Bupati Sambas di Sambas, Rabu, usai penyelenggaraan lokakarya multipihak tentang pengelolaan habitat peteluran penyu di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Ia mengatakan, pihaknya mengundang berbagai pihak dalam lokakarya ini untuk bersama-seama memikirkan dan mencari jalan keluar terbaik untuk pengelolaan sumber daya pesisir. "Kami menyadari bahwa penyu adalah satwa langka, namun tetap bisa dimanfaatkan asalkan nonekstraktif," katanya.
Lokakarya tersebut menghadirkan Bupati Wakatobi, Sulawesi Tenggara dan peneliti dari Universitas Udayana Denpasar IB Windia Adnyana, serta Koordinator Program Nasional Penyu WWF Indonesia, Creusa Hitipeuw. "Kami juga berencana membuat peraturan daerah pengelolaan kawasan TWA Tanjung Belimbing. Kita targetkan perda selesai tahun 2010," kata Burhanuddin.
Ia menambahkan, sejak 2005, pihaknya telah menghentikan izin konsesi telur penyu kepada pihak ketiga dan menetapkan TWA Tanjung Belimbing sebagai situs konservasi penyu yang dikelola oleh pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Dulu kita menjual 50 persen telur penyu dan 50 persen ditetaskan. Tetapi pendapatan ke daerah sangat kecil," katanya.
Bupati mengatakan pihaknya akan mengembangkan TWA Tanjung Belimbing tersebut sebagai tempat wisata konservasi alam yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitarnya.