Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penundaan Ratifikasi Stockholm Wujud Ketidakpedulian DPR

Kompas.com - 06/02/2009, 17:39 WIB

JAKARTA, JUMAT — Penundaan ratifikasi Konvensi Stockholm oleh Dewan Perwakilan Rakyat menunjukkan ketidakpedulian dan kurang pahamnya dewan terhadap dampak buruk polutan organik persisten (POPs) terhadap kelangsungan hidup manusia. Padahal, dampak buruk itu juga dapat menjadi potensi area dumping ground.

"DPR perlu banyak belajar dan berkonsultasi dengan pihak yang paham dan juga menjadi korban POPs sehingga tidak menunda ratifikasi," kata Koordinator Indonesia Toxic Free Yuyun Ismawati di Jakarta, Jumat (6/2).

Yuyun mengungkapkan, kerawanan sebagai dumping ground terlihat dari mudahnya sampah elektronik seperti komputer masuk ke Indonesia. Contohnya, kesepakatan Japan Indonesia Economic Partnership Agreement secara resmi menempatkan Indonesia sebagai tempat sampah bagi bahan beracun berbahaya dari Jepang.

"Kebanyakan sampah tersebut masuk lewat Batam dan Bau-bau, tapi ada kemungkinan daerah lain, mengingat Indonesia begitu luas," tambahnya.

Selain sampah elektronik, lanjut Yuyun, POPs bisa dihasilkan lewat limbah-limbah di industri, pestisida, serta pembakaran sampah termasuk pembakaran sisa panen padi.

POPs bersifat bioakumulasi dalam rantai makanan hingga konsentrasi terbesar ada di dalam tubuh manusia. Dampak lainnya, mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh manusia sehingga mampu menurunkan kesuburan.

"Tidak ada alasan DPR menunda ratifikasi ini. Jangan sampai kepentingan politik dan ketidakpahaman DPR mengorbankan kepentingan masyarakat dan lingkungan Indonesia," jelas Yuyun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau