Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segara Anakan Nyaris Tinggal Hikayat

Kompas.com - 27/01/2009, 08:58 WIB

Lumpur sungai juga tak dapat langsung meluncur ke laut lepas karena tertahan tumpukan sedimentasi. Gelombang laut di celah Plawangan semakin besar karena tertahan sedimentasi pula sehingga mempersulit nelayan melaut ke lepas pantai.

Dampak terbesar adalah laju sedimentasi di kawasan laguna kian cepat. Bekas pengerukan lumpur di dekat Desa Karanganyar kini tak ada lagi. Kawasan tersebut justru terus tumbuh menjadi lahan timbul. Bila hujan deras di hulu tiba, air masih menggenang, tetapi dengan kedalaman 50 cm.

”Di sini sudah dikeruk tiga kali. Tiap pengerukan, dulu, sampai 750.000 meter kubik pada tahun 2003. Sekarang lihat saja, sudah dangkal lagi,” ujar Suripto (45), warga Desa Karanganyar, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah.

Dampak besar lainnya adalah nyaris punahnya biota laut dan air payau di laguna ini. Sejak lima tahun terakhir, tak ada nelayan yang berburu ikan di laguna. Padahal, pada tahun 1980-an sampai 1990-an, hampir semua jenis ikan dapat ditangkap di laguna ini, mulai dari kerapu merah, cumi-cumi, gurita, bawal putih, kakap putih, layur, pari, sotong, sidat, hingga ikan hiu.

Ikan-ikan itu tak lagi menyambangi laguna ini karena desakan sedimentasi, hilangnya terumbu karang yang tertutup lumpur, dan rusaknya mangrove.

Hutan mangrove di wilayah itu kini tinggal 8.359 ha. Itu pun data tahun 2003. Padahal, tahun 1974 masih 15.551 ha. ”Berkurangnya luasan mangrove itu akibat pembalakan liar oleh warga di Segara Anakan maupun dari luar kawasan itu,” kata Kepala Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (BPKSA) Cilacap Supriyanto. Dengan sulitnya pengendalian pembalakan mangrove, luasan hutan mangrove di kawasan ini sekarang diperkirakan jauh berkurang lagi.

Punahnya biota laut itu menjadi tekanan ekonomi yang sangat besar bagi 14.000 lebih warga di Kampung Laut dan Majingklak. Mereka tak lagi dapat menggantungkan diri hidup dari laguna. Sebagian nelayan yang mempunyai cukup modal memilih melaut ke laut lepas. Sebagian lainnya bercocok tanam di lahan timbul. Akan tetapi, bercocok tanam bukan hal yang mudah bagi mereka. Secara turun-temurun, mereka tak pernah mewarisi tradisi bertani. Akibatnya, hasil pertanian mereka tak produktif.

Ada pula warga yang nekat bercocok tanam di Pulau Nusakambangan. Hal itu mengancam kelestarian lingkungan dan ketersediaan air di pulau tersebut yang selama ini menjadi sumber utama air bersih warga Kampung Laut dan Majingklak.

Sedimentasi

Di sisi lain, sedimentasi kian tahun tak pernah surut. Bahkan, diyakini makin besar seiring kian rusaknya hutan dan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy, Cimeneng, dan Cibereum—tiga sungai besar yang bermuara ke laguna.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau