LANGIT biru hampir bersih dari guratan awan menaungi Kota Tarakan, Kalimantan Timur, Jumat (21/11). Mentari bersinar terik, padahal sudah pukul 15.00 Wita. Namun, wajah Dullah Kadir (70) tak secerah petang itu. Tubuh lelaki penjaga Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan (KKMB) itu terduduk letih di samping pintu masuk. Aura mendung dan suasana hati yang suram terpancar dari dirinya. Pandangan sayu seakan terlindung di balik kaca mata.
”Maaf, saya pernah bohong,” kata Kadir, kelahiran Tarakan pada 2 Februari 1938, dengan nada berat.
Waktu ditemui awal Agustus 2008, dia mengklaim ada 47 bekantan (Nasalis larvatus) di KKMB. Yang sebenarnya mungkin tidak sebanyak itu. Menurut dia, binatang yang populer disebut monyet belanda itu kini tinggal 18 ekor.
Dengan demikian, populasinya berkurang 29 ekor dalam tiga bulan atau seekor setiap tiga hari. Mengapa begitu? Menurut Kadir, ada yang mati karena tidak cocok dengan pakan yang diberikan dan atau lepas serta entah ke mana.
”Saya sudah tidak tahan menutupi kondisi sesungguhnya di KKMB ini,” kata Kadir, mantan pejuang pembebasan Papua (dulu Irian Jaya) 1961-1962 dan konfrontasi Malaysia-Indonesia 1963-1967.
Apa yang sesungguhnya sedang terjadi? Kadir mengakui, ia belum rela pengelolaan KKMB lepas dari tanggung jawabnya. Kini dia tidak lagi membelikan lalu memberikan pisang sebagai pakan pendamping untuk bekantan yang punya sebutan lokal bekara, raseng, pika, batangan, atau kahau.
Dia mengakui, pihaknya berkonflik kepentingan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LHSDA) Tarakan sebagai pengelola KKMB sejak awal tahun ini.
Informasi itu akhirnya didengar Wali Kota Tarakan Jusuf Serang Kasim. Yang bersangkutan amat kaget dan gusar sebab populasi bekantan merosot bila perkataan Kadir benar. ”Keterlaluan dan tidak boleh didiamkan,” kata Jusuf yang hampir 10 tahun menakhodai Tarakan sejak Maret 1999.
Lelaki kelahiran Tarakan pada 2 Februari 1944 itu amat mencintai KKMB. Dia merintis sejak tahun 2002 dari seluas 9 hektar menjadi 22 hektar. Bekantan yang awalnya cuma dua ekor ditambahi dengan didatangkan 29 ekor. Pengembangbiakan secara in situ atau dalam habitat cukup berhasil karena 14 bekantan lahir di KKMB. Populasi terakhir 47 ekor.
Prestasi itulah yang membuat Jusuf menerima Kalpataru sebagai Pembina Lingkungan pada tahun 2006 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta Kota Peduli Kehutanan Terbaik II Tingkat Nasional 2008 dari Menteri Kehutanan MS Kaban.