Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyuburkan Lahan Gambut dengan Mikroba

Kompas.com - 14/11/2008, 22:05 WIB

JAKARTA, JUMAT - Pemanfaatan lahan di Indonesia sejak dulu telah salah arah. Lahan subur, terutama di Jawa, tak terbendung terus berubah fungsi ke nonpertanian. Sementara itu, kebutuhan pangan yang terus meningkat memaksa pemanfaatan lahan kering dan marginal yang umumnya di luar Jawa. Di sinilah rekayasa teknologi berperan untuk mengubahnya menjadi lahan subur. Salah satu yang kini gencar disasari adalah lahan gambut.

Dalam ASEAN-China Workshop on the Development of Effective Microbial Consortium Poten in Peat Modification di Jakarta, Senin (10/11), tim peneliti mikroba dari Pusat Teknologi Bioindustri BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), yang diketuai Gatyo Angkoso, melaporkan keberhasilan mereka menyuburkan lahan gambut dengan menambahkan limbah selulosa dari perkebunan kelapa sawit dan memasukkan secara bersamaan beberapa jenis isolat mikroba tertentu.

Perlakuan ini dapat mengurangi tingkat keasaman atau menaikkan pH lahan gambut dari rata-rata 3,5 menjadi 5,5, jelas Direktur Pusat Teknologi Bioindustri, Koesnandar, yang juga terlibat dalam riset tersebut, di Rasau dan Siantan, Kalimantan Barat. Selama ini lahan gambut secara alami memang tidak subur karena memiliki keasaman tinggi atau kebasaannya (pH) rendah, antara 2,8 dan 4,5. Sifat lain lahan gambut yang tidak menguntungkan adalah nilai kapasitas tukar kation dan kandungan organik yang tinggi.

Penyuburan lahan gambut dilakukan dengan memasukkan konsorsia atau beberapa kelompok mikroba. Dijelaskan Diana Nurani, peneliti, riset yang dilakukan sejak tahun 2006 berhasil diisolasi puluhan mikroba di dua daerah di Pontianak itu. Dari puluhan ditemukan empat kelompok mikroba yang memiliki kinerja yang baik dalam meningkatkan kebasaan lahan gambut.

Ditambahkan Koesnandar, mikroba itu ditemukan di lahan gambut, pada limbah kelapa sawit, dan kotoran sapi. Dari efeknya pada tanah gambut, konsorsia mikroba itu bersimbiosa mutualisme. Penelitian lebih lanjut akan dilakukan untuk meneliti peran dan karakteristik masing- masing mikroba.

Aplikasi empat kelompok mikroba pada tanah gambut selain dapat meningkatkan pH, juga terbukti memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan ketersediaan mineral. Keuntungan lainnya adalah mengganti cara konvensional, yaitu pembakaran yang biasa dilakukan petani di lahan gambut untuk meningkatkan pH tanah gambut.

Indonesia memiliki kawasan gambut keempat terluas di dunia, yakni 20,6 juta hektar. Peringkat pertama adalah Kanada (170 juta ha), Uni Soviet (150 juta ha), dan Amerika Serikat (40 juta ha). Lahan gambut di Indonesia terbanyak dijumpai di Sumatera (35 persen), Kalimantan (30 persen), dan Papua (30 persen). (YUN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau