Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (39)

Kompas.com - 29/04/2008, 07:43 WIB

            Orang Rusia, Swiss, Jerman, dan Chukcha berdebat tentang Lenin.
            Si Rusia bilang, "Lenin lahir di Rusia, jadi dia orang Rusia."
            Si Swiss bilang, "Lenin lama tinggal di Swiss, jadi dia orang Swiss."
            Si Jerman tak mau kalah, "Lenin menyebarkan nilai filosofi Jerman, jadi dia orang Jerman."
            Si Chukcha dengan santai berkata, "Lenin itu orang Chukcha, karena dia pintar seperti kami."

Lelucon bersambung lelucon. Tair, seorang pengacara muda Kazakh, berkisah tentang Leonid Brezhnev, pemimpin Soviet, yang terkenal dengan ciuman ganasnya.

            Setiap kali bertemu dengan pria-pria pemimpin kelas tinggi, Brezhnev tak pernah lupa untuk mencium dengan dahsyatnya, kadang di pipi                 kadang di bibir, yang saking ganasnya sampai dijuluki ciuman maut. Sudah banyak korbannya, termasuk mantan presiden Jerman Barat,                 Erick Honecker. "Hanya satu pemimpin Soviet yang berani menolak ciuman Brezhnev," kata Tair bangga, "dan dia adalah presiden                         Kazakhstan."

Tidak ada yang tahu pasti tentang alasan di balik kebiasaan cium-mencium Brezhnev. Tetapi yang jelas, malam itu saya, seperti Borat, terdampar di sebuah gay bar di jantung Almaty.

Pasha yang mengajak saya mengobrol hingga larut malam dengan kawan-kawannya, baru sadar kalau hari ini hari Minggu, bus dan kendaraan umum sudah tidak beroperasi lagi sesudah pukul 6 sore. Sedangkan untuk pulang ke rumah Lyubova naik taksi setidaknya akan menguras 10 dolar. Saya tidak punya terlalu banyak uang untuk itu.

            "Jangan khawatir," kata Pasha, "Saya ada ide. Kita bisa pergi ke bar dan kamu bisa tidur di sana, gratis."  Saya tidak terlalu suka dengan kehidupan malam, tetapi tampaknya memang tidak ada pilihan lain.

Saya hanya mengikuti Pasha melintasi jalanan kota Almaty yang berubah mencekam di tengah malam seperti ini. Pukul 11 malam, saya melihat asap mengepul dari gorong-gorong di pinggir jalan raya.

            "Di situ para gelandangan Almaty tinggal. Mereka adalah kriminal berbahaya," kata Pasha,

Kami berjalan cepat-cepat. Saya tak bisa membayangkan bagaimana rasanya tinggal di gorong-gorong ketika suhu udara Almaty sudah minus 10 derajad dan salju turun tiada henti.

Bar, yang katanya langganan Pasha, sangat aneh. Sebagian besar pengunjungnya laki-laki. Hampir tidak ada perempuan sama sekali. Kami berdua tidak memesan apa-apa, dan saya berusaha tidur dengan bertelungkup di atas meja, di tengah hingar-bingarnya musik.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau