KOMPAS.com - Wabah virus corona Wuhan, Covid-19, terus meluas di seluruh dunia. Namun, wabah ini diklaim telah menurunkan polusi nitrogen dioksida di langit China.
Virus corona yang menginfeksi puluhan ribu orang, telah menewaskan lebih dari 3.000 orang di seluruh dunia hingga saat ini.
Akibatnya, karantina warga di wilayah yang terdampak wabah virus corona ini banyak dilakukan beberapa negara, tidak hanya China.
Hal itu menyebabkan sejumlah aktivitas industri terus berkurang, sehingga memberikan dampak yang tidak terduga bagi lingkungan.
Melansir Science Alert, Senin (2/3/2020), Badan Antariksa Eropa (ESA) melalui Tropospheric Monitoring Instrument (TROPOMI) pada satelit Sentinel-5 menangkap gambar terbaru dari langit di atas China.
Satelit ini menunjukkan adanya penurunan nitrogen dioksida yang signifikan, dari 1 Januari dan 25 Februari.
Nitrogen dioksida adalah emisi gas yang berasal dari kendaraan bermotor, pembangkit listrik dan beberapa pabrik industri.
"Ini adalah pertama kalinya saya melihat penurunan dramatis di area seluas itu untuk acara tertentu," kata Fei Liu, seorang peneliti kualitas udara di Goddard Space Flight Center NASA.
Penurunan nitrogen dioksida di China, biasanya hanya terjadi selama Tahun Baru Imlek, karena sejumlah pabrik akan tutup.
Sensor pada satelit Aura milik NASA, Ozone Monitoring Instrument (OMI) juga melakukan pengukuran terhadap penurunan polusi di China.
"Selalu ada perlambatan umum ini sepanjang tahun ini. Data OMI jangka panjang kami memungkinkan kami untuk melihat apakah jumlah ini abnormal dan mengapa (terjadi)," kata Barry Lefer, seorang ilmuwan kualitas udara di NASA.
Polusi udara di Beijing masih tinggi
Kendati demikian, data satelit bukan satu-satunya cara untuk melihat penurunan emisi gas buang di China.
Analisis awal yang diterbitkan oleh Carbon Brief pada bulan Februari menunjukkan, penggunaan batu bara di pembangkit listrik berada pada titik terendah dalam empat tahun, dan penerbangan domestik turun 70 persen.
Seiring dengan penurunan dalam produksi baja dan output kilang minyak, mereka memperkirakan ini mungkin telah menurunkan emisi karbon dioksida di China sekitar seperempat selama beberapa minggu terakhir.
Hanya karena industri telah menurunkan output karbon dioksida dan tingkat nitrogen dioksida lebih rendah di atas China, tidak berarti udara lebih bersih di perkotaan.
Sebab, pada pertengahan Februari, tingkat polusi udara Beijing masih 10 kali lipat dari yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Bahkan tanpa emisi mobil, emisi industri dan batu bara ini sudah cukup untuk menjerumuskan Beijing ke dalam polusi parah berturut-turut di tengah cuaca yang tidak menguntungkan," kata Ma Jun, direktur Institut Urusan Publik dan Lingkungan.
Para peneliti akhirnya mencatat rendahnya nitrogen dioksida dibandingkan tahun lalu, disebabkan karena China mulai menegakkan peraturan lingkungan yang lebih ketat.
Kendati demikian, tidak ada satu pun faktor yang cukup kuat yang berkontribusi menambahkan pengurangan nitrogen dioksida di negara ini.
Artinya, kemungkinan penurunan emisi gas tersebut juga turut disebabkan oleh adanya wabah virus corona.
"Tahun ini, tingkat pengurangan (polusi) lebih signifikan daripada tahun-tahun sebelumnya. Saya tidak terkejut karena banyak kota di seluruh negeri telah mengambil langkah untuk meminimalkan penyebaran virus (corona)," jelas Liu.
https://sains.kompas.com/read/2020/03/02/200200323/polusi-nitrogen-dioksida-di-china-turun-benarkah-akibat-virus-corona-