KOMPAS.com - Seorang pejabat Kementerian Kesehatan Indonesia membuat bingung warganet ketika mengatakan bahwa seorang warga Jepang yang baru pulang dari Indonesia tidak terinfeksi Covid-19, meskipun dinyatakan positif SARS CoV-2.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi nama penyakit yang disebabkan virus corona baru Covid-19, sementara virusnya sendiri SARS CoV-2 — dan banyak orang, termasuk media, menggunakan kedua nama itu dalam menjelaskan wabah virus corona baru yang berasal dari Wuhan.
Tapi mungkinkah seseorang terinfeksi SARS CoV-2 tapi tidak menderita Covid-19?
Terinfeksi, tapi tidak sakit
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, mengatakan ia menyebut pria Jepang yang dinyatakan positif virus corona setelah pulang berlibur di Bali itu bukan merupakan kasus Covid-19, karena otoritas kesehatan Jepang berkali-kali mengatakan bahwa wisatawan tersebut terinfeksi SARS Coronavirus Tipe 2 (SARS CoV-2).
"Kita mengklarifikasi ke otoritas kesehatan Jepang, mereka menjawab bahwa turis tersebut dirawat dengan infeksi SARS Coronavirus Tipe 2 (SARS CoV-2). Kita konfirmasi lagi, tetap jawabannya adalah SARS Coronavirus Tipe 2," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
"Ini berbeda dengan statemen otoritas kesehatan Jepang juga terhadap para ABK kita yang ada di [kapal] Diamond Princess, yang sudah tegas disebut sebagai Covid-19."
Achmad menjelaskan bahwa bahwa berdasarkan pendapat sejumlah pakar, SARS CoV-2 memiliki perbedaan yang merupakan bentuk mutasi dari virus yang awal ada di Wuhan yang dikenal dengan novel coronavirus.
Mutasi tersebut diyakini menyebabkan beberapa kasus positif SARS CoV-2 menunjukkan gejala klinis yang ringan atau bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali alias asimptomatik.
Pasien yang dinyatakan positif SARS CoV-2 di Jepang, kata Achmad, menunjukkan "ada gejala, tapi ringan, tidak seperti yang di Wuhan itu."
Keyakinan akan mutasi itu membuat Kementerian Kesehatan memperpanjang masa observasi para WNI yang bekerja di kapal Diamond Princess menjadi 28 hari dari yang biasanya hanya dua pekan.
"Gejala yang muncul sekarang lebih ringan, ada beberapa malah tanpa gejala. Dan inkubasinya tidak lebih dari 14 hari, tapi ada beberapa laporan yang memanjang sampai lebih dari dua kali 14 hari, seperti yang terjadi di Diamond Princess," kata Achmad kepada BBC News Indonesia.
Laporan situasi COVID-19 yang diterbitkan WHO pada tanggal 21 Februari menyebutkan bahwa dari 1.200 laporan kasus di luar China, 30 pasien yang terdeteksi tidak menunjukkan gejala atau asimptomatik.
Ilmuwan di China juga melaporkan bahwa dalam studi terhadap satu keluarga, ditemukan orang-orang yang terdeteksi positif SARS-CoV 2 namun tidak menunjukkan gejala.
Dalam laporan yang diterbitkan di jurnal ilmiah Lancet, seorang laki-laki bepergian dari kota Wuhan ke Guangzhou menggunakan kereta api bersama istri dan anaknya.
Ketiganya dinyatakan positif SARS-CoV 2 lewat uji qRT-PCR namun hanya sang suami yang mengalami gejala sakit seperti kenaikan suhu tubuh, radang tenggorokan, dan berkurangnya jumlah limfosit.
Tri Yunis Miko Wahyono, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), mengatakan bahwa seseorang bisa saja terinfeksi SARS-CoV 2 tapi tidak menderita sakit Covid-19. Hal itu tergantung dari jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh dan ketahanan tubuh orang tersebut.
"Semakin banyak virus yang masuk, semakin berat melawannya. ... Yang pertahanan tubuhnya menang, bisa asimptomatik atau [gejala] ringan," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Namun orang yang asimptomatis tetap bisa menyebarkan virus, kata Miko. Karena itu ia mengatakan otoritas kesehatan perlu memperketat pengawasan dan pemantauan pada mereka yang menjalani karantina rumah karena ada kemungkinan terdapat kasus yang tidak terdeteksi oleh skrining di bandara.
Ia memperingatkan bahwa dinas kesehatan dan Puskesmas di sejumlah daerah wisata seperti Bali bisa kesulitan dalam melakukan pengawasan karena jumlah wisatawan yang begitu banyak.
"Jumlah dinas kabupaten dan Puskesmasnya kan terbatas, stafnya juga terbatas untuk mengawasi begitu banyak, ya agak sulit," ujarnya.
Sekretaris Ditjen Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan pihaknya telah memeriksa orang-orang yang diduga kontak dengan turis Jepang yang positif SARS CoV-2 sekaligus memantau kasus pneumonia di daerah itu — namun sejauh ini belum menemukan apa-apa.
"Artinya, kita meyakini tidak ada penularan di daerah itu meskipun kita harus berpikir dengan masa inkubasi yang dua kali 14 hari berarti kita harus memantaunya sejak tanggal 15 Februari ketika ia datang sampai dengan 2 kali 14 hari ke depan."
Hingga saat ini, belum ditemukan kasus positif SARS CoV-2 di Indonesia. Menurut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, sampai hari Rabu (26/02) pukul 18:00, telah dilakukan uji laboratorium pada 134 sampel dan semuanya menunjukkan hasil negatif.
Adapun dua pasien suspek COVID-19 yang meninggal dunia di Semarang dan Batam, kata Menteri Terawan, keduanya dinyatakan negatif.
Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa pasien di Semarang terinfeksi virus flu babi atau H1N1, yang menyebabkan pandemik pada tahun 2009.
"Jelas hasilnya bukan corona. Negatif," kata Terawan dalam jumpa pers di Jakarta.
Ia menambahkan bahwa para petugas di laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) menguji sampelnya dua kali untuk memastikan.
Pasien di Batam juga menunjukkan hasil negatif virus corona, kata Terawan tanpa merinci penyakitnya.
Secara global, lebih dari 80.000 orang di lebih dari 40 negara telah terinfeksi virus corona baru, yang muncul pada bulan Desember. Sebagian besar orang yang terinfeksi berada di China.
Di luar China, kini terdapat 2.790 kasus virus corona, dan 44 pasien dilaporkan meninggal dunia.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/29/180500923/pria-jepang-yang-ke-bali-mungkinkah-positif-sars-cov-2-tapi-negatif-covid-19-