KOMPAS.com - Ibukota kembali terendam banjir, setelah curah hujan yang tinggi mengguyur Jakarta dan sekitarnya pada 24 Februari lalu.
Lalu, apa solusi yang diperlukan untuk mengatasi banjir di Jakarta?
"Kalau bicara banjir, kita bicara ekosistem sungai, itu kaitannya dengan daerah aliran sungai," ujar Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Muhammad Fakhrudin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/2/2020).
Artinya, kata Fakhrudin, manajemen banjir juga erat kaitannya dengan manajemen daerah aliran sungai, yang termasuk juga di dalamnya terkait masalah dari hulu ke hilir.
Dari potret Jakarta, dia mengungkapkan ada sekitar 13 sungai besar yang mengalir di wilayah ibukota, termasuk sungai-sungai di Bekasi.
"Sungai-sungai ini (sebagian besar) hulunya sampai Kabupaten Bogor. Tinggal diklasifikasikan, kalau hulunya dikhususkan daerah-daerah resapan air, maka apa yang harus dilakukan," ungkap Fakhrudin.
Fakhrudin menegaskan daerah resapan air yang sangat baik adalah hutan. Namun, di kawasan hulu, tidak sedikit hutan yang sudah mulai beralih fungsi.
Reboisasi atau penghijauan hutan kembali, kata dia, dapat menjadi solusi untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai daerah resapan air yang paling baik.
Sementara, apabila hutan beralih fungsi sebagai lahan pertanian, maka perlu adanya penerapan teknik-teknik konservasi tanah dan air.
"Namun, ternyata kontribusi pertanian (di daerah hulu) terhadap erosi tanah sangat tinggi sekali. Itu yang kadang dilupakan," kata Fakhrudin.
Permukiman juga mulai banyak dikembangkan di wilayah-wilayah pegunungan. Fakhrudin menyarankan perlunya optimalisasi sumur-sumur resapan.
"Sisanya, air akan mengalir ke hilir dan ada beberapa hal yang perlu dilakukan," ungkapnya.
Berikut ini, kesiapan di daerah hilir untuk menghadapi limpahan air yang tinggi dari hulu.
1. Kesiapan kolam retensi atau kolam alami (situ)
Kolam retensi akan menampung limpahan air. Situ atau kolam retensi ini, kata Fakhrudin, berperan menahan air. Sebelum air didrainase ke laut.
2. Sistem drainase harus komperhensif
Drainase air ke laut harus memiliki sistem yang komperhensif. Namun, kata Fakhrudin, masalahnya adalah banyak lahan yang berada di bawah permukaan air laut.
"Padahal, kita tahu air itu harus didrainase ke laut. Untuk itu, sistem pompanisasi juga harus baik dan sistem drainase juga harus komperhensif," jelas Fakhrudin.
3. Drainase lokal harus terintegrasi oleh sungai
Drainase lokal, seperti di permukiman, harus terintegrasi dengan drainase yang ada di sungai-sungai besar.
"Sungai-sungai tadi yang menuju ke laut, sehingga untuk menyusun drainase itu, kita harus melihat kapasitas salurannya. Nah, untuk melihat kapasitasnya itu perlu prediksi curah hujan," jelas Fakhrudin.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/27/134700723/banjir-jakarta-ahli-lipi-jelaskan-solusi-jangka-panjang-atasi-banjir