KOMPAS.com - Seorang peneliti Indonesia yang aktif dalam persoalan kehutanan telah diangkat menjadi Deputi Koordinator Divisi 9 Forest Policy and Economics lembaga International Union of Forest Research Organization (IUFRO).
Peneliti tersebut bernama Profesor Dr Ahmad Maryudi dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang juga disebut sebagai guru termuda di fakultas itu.
Dalam keterangan tetulis Maryudi yang disampaikan dari Kampus Fakultas Kehutanan UGM, dia akan melakukan masa bakti posisi barunya ini mulai dari bulan November 2019 lalu hingga Oktober 2024 mendatang.
Pengangkatan Maryudi ini menjadi yang pertama dalam keikutsertaan peneliti Indonesia di lembaga IUFRO.
Selama ini, kata dia, partisipasi peneliti di Indonesia lebih banyak sebagai anggota pasif saja. Tidak banyak yang mengampu peran koordinatif dan direktif, dan belum ada yang di level divisi.
Selain itu juga, peran koordinatif dan direktif di semua divisi IUFRO biasanyan diisi peneliti dari kelompok negara utara atau negara maju.
Sementara itu, dua peneliti dari Indonesia pernah menempati posisi pada level sub divisi atau di bawahanya, seperti grup riset.
Posisi Deputy Coordinator IUFRO ini sangat erat kaitannya dengan analisis dan strategi kebijakan bidang kehutanan.
Menurut Kepala Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan UGM, Profesor Dr Satyawan Pudyatmoko, Maryudi memang sesuai diangkat sebagai Deputy Coordinator IUFRO karena kemampuannya yang mumpuni.
Hal ini juga ditunjukkan dari produktifnya Maryudi dalam menulis jurnal-jurnal nasional dan internasional.
"Artinya, beliau (Maryudi) cukup memahami persoalan kehutanan yang terjadi termasuk implikasi risetnya terhadap konsekuensi kebijakan pemerintah," tuturnya.
Hanya saja, kata Satyawan, permasalahan serius saat ini yang perlu diluruskan adalah bagaimana mewujudkan sinkronisasi antara hasil riset yang dilakukan para peneliti menjadi kebijakan pemerintah sehingga diharapkan berdampak pada program pembangunan pemerintah.
"Sebab, selama ini hasil riset peneliti Indonesia kurang dipergunakan dalam kebijakan pemerintah. Sehingga terjadi dikotomi antara riset dan program pemerintah. Masing-masing jalan sendiri dan tidak terimplementasi optimal, meski sudah berupaya dikembangkan," kata dia.
Dengan terpilihnya Maryudi sebagai Deputy Coordinator IUFRO ini diharapkan dapat menjembatani kebutuhan riset nasional khususnya pada isu-isu kehutanan dan kebijakan terkait.
Pada tataran global, peran peneliti Indonesia diharapkan mampu memengaruhi dan berkontribusi pada kebijakan pada kebijakan global. Tetapi, kata dia, hal ini juga tergantung pada visi misi yang Maryudi emban untuk dilaksanakan.
Apa itu Divisi 9 Forest Policy and Economics, dan IUFRO?
Dijelaskan oleh Maryudi, Divisi 9 ini membawahi enam sub divisi dan 27 grup riset, yang berfokus pada isu politik dan kebijakan kehutanan berupa science policy interface.
Di antaranya yaitu tentang bagaimana mengintegrasikan sains ke pembuat kebijakan, ekonomi dan sosial sumberdaya hutan, analisis sektor kehutanan, hukum dan legalasi lingkungan atau kehutanan, serta manajemen informasi seperti media discourse.
Sementara itu, IUFRO merupakan lembaga non-profit yang didirikan pada tahun 1892 sebagai jaringan peneliti seluruh dunia, di mana saat ini telah mempunyai anggota sekitar 700 organisasi dan 15.000 peneliti dari 127 negara.
Organisasi dari Indonesia yang menjadi anggota IUFRO antara lain, UGM, Institut Pertanian Bogor (IPB), CIFOR, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, Universitas Hasanuddin (Unhas), Korindo, dan Badan Litbang Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
"IUFRO sering memberikan policy feedungs ke berbagai lembaga dunia seperti FAO, UNEP dan berbagai proses negosiasi antar negara seperti UNFCCC dan CBD," ujar dia.
UNFCCC adalah singkatan dari United Nations Framework Convention o Climate Change dan CBD untuk Convention on Biological Diversity.
Dengan berperan aktif di IUFRO, diharapkan peneliti Indonesia berkontribusi dalam perumusan arahan fokus pengembangan penelitian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan, serta menjadi duta diplomasi dari aspek iptek.
"Sebab IUFRO sering dijadikan rujukan oleh para pengambil kebijakan kehutanan dan lingkungan internasional," kata Maryudi.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/18/183400823/peneliti-ugm-gawangi-lembaga-riset-kehutanan-dunia