KOMPAS.com - Sidik jari telah menjadi bagian dari identitas kita. Untuk menandai dokumen-dokumen penting, misalnya, Anda mungkin akan dimintai untuk membubuhkan cap ibu jari.
Namun, adakah fungsi selain identitas dari ibu jari? Apa alasan biologis kita memilikinya?
Dilansir dari Live Science, 21 Desember 2019, ada dua dugaan besar akan fungsi biologis dari ibu jari.
Pertama adalah meningkatkan kemampuan kita untuk memegang sesuatu.
Sebagaimana ban mobil memiliki kembang untuk meningkatkan gripnya di jalan, para ahli berpendapat bahwa tonjolan-tonjolan sidik jari meningkatkan friksi antara tangan kita dan permukaan yang kita sentuh.
Untuk menyelidiki teori ini, Roland Ennos yang merupakan seorang peneliti biomekanik di University of Hull melakukan penelitian di laboratorium.
Caranya dengan menggeserkan kaca akrilik pada jari-jari manusia dengan berbagai tekanan. Ennos dan timnya ingin mengetahui berapa banyak area jari yang menempel pada kaca.
Hasilnya, sidik jari ditemukan malah mengurangi friksi karena tonjolan pada ibu jari membuat lekukan di antaranya tidak menyentuh kaca.
Meski demikian, Ennos berpendapat bahwa temuan ini tidak serta merta menggagalkan teori bahwa sidik jari meningkatkan pegangan. Keberadaan sidik jari mungkin berguna ketika kondisinya sedang basah. Akan tetapi, ide ini lebih sulit untuk diuji di laboratorium.
Sementara itu, teori kedua menduga bahwa sidik jari membantu meningkatkan persepsi sentuhan kita.
Georges Debregeas, seorang fisikawan yang menjadi pakar biologis di Sorbonne University in Paris, adalah salah satu yang tergelitik oleh teori ini.
Dia secara khusus penasaran akan akan efek sebuah mechanoreceptor atau sel yang merespons stimulasi sentuhan bernama Pacinian corpuscles.
Terletak dua milimeter di bawah permukaan kulit di ujung jari kita, Pacinian corpuscles mempu merespons getaran 200 hertz yang super kecil dan membuat ujung jari-jari kita sangat sensitif.
Untuk menguji teori ini, Debregeas dan timnya merancang alat yang menyerupai struktur jari manusia dengan sensor yang dapat mendeteksi getaran seperti Pacinian corpuscles. Alat tersebut ada dua versi, yang mulus dan yang memiliki pola seperti ibu jari.
Ketika digerakkan di atas sebuah permukaan, hal menarik terjadi. Pola pada alat yang memiliki sidik jari ternyata memperbesar frekuensi getaran 200 hertz.
Hal ini membuat Debregeas dan timnya berpendapat bahwa hal serupa juga terjadi pada jari kita.
Debregeas pun menambahkan bahwa sensitivitas terhadap tekstur mungkin membantu nenek moyang kita untuk memisahkan makanan yang baik dan yang buruk atau sudah membusuk.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/18/080300323/misteri-tubuh-manusia-kenapa-kita-punya-sidik-jari-