KOMPAS.com - Temuan radiasi nuklir yang tinggi di Perumahan Batan Indah Serpong disebut bersumber dari serpihan radioaktif dengan kandungan Caesium 137 (Cs 137).
Pertanyaannya sekarang adalah dari mana serpihan radioaktif itu berasal dan bagaimana bisa sampai di Perumahan Batan Indah Serpong?
Dilansir dari artikel Kompas.com, Senin (17/2/2020); Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan memastikan bahwa serpihan tersebut bukan dari kebocoran reaktor nuklir di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek).
Dia menjelaskan bahwa Caesium-137 merupakan produk fisi yang berada di bahan bakar reaktor dan hanya akan terlepas jika ada kejadian yang melibatkan kerusakan bahan bakar.
"Jika pelepasan terjadi, pasti akan langsung terdeteksi oleh sistem pemantau radiasi yang ada di gedung reaktor," ujarnya.
Anhar lantas menambahkan bahwa jika Caesium-137 terlepas di udara, maka akan tercatat oleh sistem pemantau radioaktif lingkungan yang ada.
Reaktor atau bukan
Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI), Susilo Widodo, juga berkata bahwa melacak apakah Caesium-137 berasal dari reaktor atau aplikasi aplikasi nuklir non reaktor mudah untuk dilakukan.
Dalam pesan singkat yang dibagikannya hari ini (17/2/2020), limbah zat radioaktif yang berasal dari reaktor tidak pernah sendiri.
Untuk Cs-137, teman yang paling akrab adalah Cs-134 yang tidak mungkin dipisahkan seara kimia, dan akan habis lebih dulu daripada Cs-137 dalam waktu yang lama.
Lalu, selain Cs-134, teman Cs-137 lainnya adalah Sr-90 yang umurnya juga panjang.
"Walaupun Sr-90 bukan pemancar gamma, namun di lab BATAN, (Sr-90) dengan mudah dideteksi. Bahkan beberapa jenis alat monitor gamma pun punya sensitivitas terhadap Sr-90 karena ia pemancar sinar beta yang kuat," tulis Susilo menjelaskan.
"Jadi cukup mudah bagi BATAN membedakan, apakah Cs-137 itu dari reaktor atau dari aplikasi non reaktor," ujarnya lagi.
Kemungkinan berasal dari industri
Susilo pun berkata bahwa dengan ditegaskannya oleh Kepala BATAN bahwa Caesium 137 yang ditemukan di perumahan bukan berasal dari reaktor, maka yang selanjutnya dapat dilacak adalah apakah limbah radioaktif berasal dari aplikasi di bidang medis atau industri.
Di dunia medis, penggunaan Cs-137 untuk keperluan penyinaran radioterapi telah lama digantikan dengan Co-60 atau zat non radioaktif LINAC.
Pasalnya, Cs-137 berbentuk serbuk dan harus dibungkus menggunakan wadah yang kokoh. Ketika wadah berkarat, Cs-137 akan menjadi mudah lepas dan larut di dalam air.
"Jadi kemungkinan besar, Cs -137 yang di Batan Indah bukan dari aplikasi medik, tetapi industri," tutur Susilo.
Dia melanjutkan, di dalam negeri, belum ada institusi yg memproduksi Cs-137 untuk keperluan industri. Jadi kemungkinan adalah barang impor.
Untungnya, Bapeten mengawasi dengan ketat arus keluar masuk sumber radioaktif ke/dari Indonesia, mulai dari izin impor, instalasi, penggunaan hingga transportasi.
"Jadi semua data sumber radioaktif ada di Bapeten. Tinggal dilacak, siapa pengimpor dan pengguna yang tidak melimbahkan ke PTLR BATAN setelah penggunaan selesai karena kemampuan sumbernya sudah menurun," kata Susilo
"Ada kemungkinan, pengguna sudah berniat melimbahkan ke BATAN (harus bayar tarif PNBP), tetapi berbelok arah di tengah jalan," imbuhnya.
Susilo pun berharap agar Bapeten bisa dengan cepat melacak pelaku yang membuang limbah Caesium-137 ke Perumahan Batan Indah Serpong.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/18/070700623/misteri-asal-usul-radiasi-nuklir-di-serpong-ini-analisis-ketua-himni