Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Stunting Berisiko Anak Jadi Pendek, Kenali Penyebab dan Pencegahannya

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis. Stunting pada anak dapat dilihat dari ukuran tubuhnya yang lebih pendek dari anak-anak seusianya. Anak stunting dipastikan berukuran pendek, tetapi anak pendek tidak selalu stunting.

Lalu, apa penyebab dari stunting? Bagaimana cara mencegahnya?

Menurut dr. Juwalita Surapsi , M.Gizi, Sp.GK, penyebab utama stunting adalah gizi yang kurang maupun tidak seimbang pada ibu hamil atau anak.

Oleh karena itu, stunting merupakan masalah yang terjadi dalam satu siklus. Artinya, jika seorang remaja stunting yang tidak terdeteksi nutrisinya lalu menjadi ibu hamil, dia akan melahirkan anak yang juga mengalami stunting. Sehingga, siklus ini harus segera dapat dipatahkan.

Selain itu, berikut determinasi utama stunting pada anak di Indonesia yang dijelaskan oleh Juwalita saat ditemui pada acara yang diselenggarakan Grid Health dan Danone (14/02/2020):

• Asi tidak ekslusif pada 6 bulan pertama

ASI merupakan satu-satunya makanan yang lengkap dan ideal untuk bayi hingga usia enam bulan, karena ASI mengandung seluruh nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi. Juwalita mengatakan, program pemberian ASI ekslusif harus ditekankan kepada ibu untuk bayinya hingga usia enam tahun.

“Karena kadang orang baru melahirkan ada rasa khawatir tidak bisa ngasih ASI ke bayinya, nanti khawatir ga cukup, belum lagi masalah baby blues. Berarti kalau kita tahu kemungkinan akan mengalami itu, seharusnya dari awal udah dilakukan edukasi untuk persiapan menyusui,” sambungnya.

• Status ekonomi keluarga yang rendah
• Kelahiran prematur
• Panjang badan baru lahir yang pendek
• Ibu yang pendek
• Tingkat pendidikan orang tua rendah, dan
• Anak yang tinggal di daerah miskin perkotaan dan di daerah perdesaan

Jika seorang bayi mengalami stunting, ia akan memiliki dampak jangka pendek dan panjang dalam hidupnya. Jangka pendek yang dialami adalah adanya gangguan perkembangan otak, sistem kekebalan tubuh yang melemah, dan memiliki IQ yang rendah.

Sementara itu, dampak jangka panjang berupa kehilangan produktivitas, kematian dini, perawakannya lebih kecil, dan berisiko besar terjangkit diabetes dan kanker.

“Anak-anak stunting cenderung mengalami obesitas, padahal obesitas adalah salah satu faktor risiko untuk diabetes, penyakit jantung, kanker. Sehingga anak-anak stunting rata-rata kualitas kesehatannya jelek kedepannya, jadi anak pendek jangan dianggap gapapa,” ujar Juwalita.

Namun, kabar baiknya stunting dapat dicegah melalui pada 1.000 hari pertama. Ini merupakan periode janin dalam kandungan hingga bayi berusia dua tahun. Cara yang paling utama adalah memastikan bahwa ibu yang hamil dan menyusui memiliki status gizi yang baik.

“Dalam arti, ibu itu tinggi dan berat badannya harus sesuai, kemudian dia tidak boleh anemia, sehingga kalo ibu ini tau dia hamil, dia dia harus segera cek. Kalau memang anemia dia butuh suplementasi zat besi dan folat sehingga kecukupan gizi, diharapkan pertumbuhan janin akan optimal,” imbuh Juwalita.

Perlu diingat, nutrisi yang diperlukan ibu hamil dan ibu menyusui tentunya berbeda. Saat pertumbuhan janin saat hamil, ibu membutuhkan gizi makro, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak untuk membangun tinggi badan potensial dan kalori untuk membangun berat badan potensial.

Pada kehamilan trimester satu, ibu perlu menambahkan 180 kalori pada makanannya, sementara trimester dua dan tiga membutuhkan tambahan sebanyak 300 kalori.

Sedangkan, ibu menyusui membutuhkan mikronutrien seperti zat besi, asam folat, vitamin A, B2 , B3, B6, C, D, iodium, zinc, dan selenium.

Menurutnya, pemberian ASI ekslusif kepada bayi hingga enam bulan juga dapat mencegah bayi terjangkit stunting. Juwalita mengatakan ASI merupakan makanan emas bagi bayi.

Pemberian MP-ASI yang tepat juga dapat mencegah anak mengalami stunting. Juwalita menjelaskan bahwa MP-ASI diberikan hanya ketika bayi sudah berusia enam hingga 24 bulan. Namun, ASI tetap diberikan tetapi berdasarkan kemauan bayi.

“Karena jika bayi sudah berusia 6 bulan, kebutuhan energi tidak cukup dari ASI saja, oleh sebab itu MP-ASI harus diberi salah satu kriterianya adalah tepat waktu, artinya ya 6 bulan, jangan lebih dan jangan kurang” tegas Juwalita.

Selain gizi Ibu dan bayi, membuat atau memperbaiki jadwal makan juga sangat efektif mencegah atau menangani anak terjangkit stunting.

“Yang terbaru, saya nanganin anak usia 3 tahun, dia stunting. Gizinya kurang belum sampai gizi buruk, setahun saya perbaiki tidak pakai obat apa-apa hanya tambah suplementasi aja. Untungnya anak ini dalam satu tahun bisa naik 9 cm, berat badannya naik cuma 4 kilo, tapi akhirnya dia udah bisa memiliki berat badan normal. Sudah ga gizi kurang lagi hanya dengan memperbaiki jadwal makan," paparnya.

Juwalita juga mengatakan bahwa benefit yang juga didapatkan dalam membuat jadwal makan adalah anak memahami rasa lapar dan kenyang.

https://sains.kompas.com/read/2020/02/16/170400723/stunting-berisiko-anak-jadi-pendek-kenali-penyebab-dan-pencegahannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke