KOMPAS.com - Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Profesor dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK(K) angkat bicara terkait perkiraan ahli Harvard TH Chan School of Public Health yang mengungkap infeksi virus corona tidak terdeteksi di Indonesia.
Dalam berita sebelumnya dijelaskan, ahli epidemiologi Marc Lipsitch menyebut bahwa kasus virus corona Wuhan di Indonesia, Thailand, dan Kamboja seharusnya lebih besar dari yang dilaporkan saat ini.
Seperti kita tahu, hingga hari ini tak ada satu pun kasus virus corona Wuhan dikonfirmasi di Indonesia.
Untuk Thailand hingga hari ini dikonfirmasi ada 32 kasus, dan kamboja satu kasus.
"Indonesia melaporkan nol kasus, tapi mungkin sebenarnya sudah ada beberapa kasus yang tak terdeteksi," ujar ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health, penulis pendamping dari studi terbaru yang di-posting di medRxiv seperti dilansir VOA News.
Perkiraan Marc Lipsitch ini berdasarkan dua faktor. Pertama, dia melihat jarak Indonesia, Thailand, dan Kamboja cukup dekat dengan China.
Kedua, banyak penumpang yang melakukan perjalanan dari atau ke Wuhan dari negara lain di seluruh dunia. Dia mengatakan, lebih banyak penumpang dari dan ke Wuhan kemungkinan berarti ada lebih banyak kasus.
Jika prediksi ini benar, dikhawatirkan virus corona Wuhan yang tidak terdeteksi dapat memicu potensi epidemi yang lebih besar dari saat ini.
Riset yang dilakukan Lipsitch adalah satu dari tiga studi teranyar yang memprediksi kemungkinan virus corona Wuhan sudah menyebar di Indonesia.
Namun, tak satu pun dari penelitian tersebut melalui proses ilmiah normal, yakni ditinjau oleh ahli lain di luar tim.
Para ilmuwan mengunggah temuannya secara online dan pada server pracetak, sehingga informasi langsung disebarkan ke masyarakat luas.
Lantas, bagaimana tanggapan kepala LBM Eijkman Profesor dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK(K)?
Prof Amin mengakui, riset-riset tersebut memang sedang ramai dibicarakan.
Namun dia mengingatkan kembali, itu masih prediksi dan belum dilakukan penelitian lebih mendalam lagi.
"Prediksi itu kan didasarkan pada situasi kira-kira dua minggu lalu, pertengahan januari kalau tidak salah. Itu berdasarkan situasi saat itu, sementara situasi saat ini kan sudah banyak perubahan," kata Prof Amin.
Menurut Amin, faktor pemicu virus corona Wuhan yang dipakai ahli berbeda dengan sekarang.
Di mana dijelaskan, faktor yang dipakai adalah jarak Indonesia dengan China yang disebut cukup dekat dan banyaknya orang yang melakukan perjalanan dari atau ke Wuhan.
"Jadi kalau dia (ahli) mempertimbangkan dengan faktor lain yang ada saat ini, perhitungan itu bisa berubah. Mungkin belum semua faktor dimasukkan ketika dia membuat perhitungan prediksi itu," ungkapnya.
Sebagai contoh, dalam sebuah penerbangan belum tentu semua penumpang dari Wuhan, bisa saja memang ada yang transit dan lain sebagainya.
Menurut Amin, minimnya faktor pemicu penyebaran vrius corona Wuhan yang dimasukkan dalam penelitian masih sangat kurang.
Selain itu, saat ini apapun penelitian terkait virus corona Wuhan diterima untuk dipublikasikan. Hal inilah yang membuat riset tidak melalui proses ilmiah pada umumnya.
Amin mengingatkan masyarakat untuk tidak terpengaruh, apalagi jika penelitian masih berupa prediksi.
"Karena masih prediksi tidak selalu benar. Kalau ingat, beberapa waktu lalu juga ada yang memprediksi bahwa dengan melihat kecepatan penyebaran (virus corona Wuhan) saat ini, dalam beberapa hari atau minggu jumlah yang confirm akan naik jauh sekali dari sekarang yang dilaporkan. Tapi kan itu juga tidak terjadi," kata Amin.
Sebaliknya, Amin menghargai prediksi yang dibuat oleh orang-orang yang ahli dalam epidemiologi, statistik, dan sebagainya.
"Analisisnya bagus, artinya bisa kita manfaatkan. Dengan adanya prediksi itu, kita harus lebih waspada. Tapi jangan dianggap, ini adalah kebenaran yang memang sudah terjadi," imbuh Amin.
Benarkah Indonesia kurang mampu mendeteksi virus corona Wuhan?
Menanggapi hal ini, Amin menegaskan bahwa kita sudah memiliki kemampuan untuk mendeteksi virus corona.
"Jadi tidak ada keraguan sebenarnya. Tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi virus corona," tegasnya.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/10/172412423/soal-prediksi-virus-corona-di-indonesia-dari-harvard-ini-kata-eijkman