KOMPAS.com - Sejak Kamis (6/2/2020), situs web pendidikan di Facebook 'Doctor of Philosophy-PhD' ramai membahas tentang sebuah jurnal berisi virus corona yang pernah diterbitkan ilmuwan Wuhan, China di awal 2019.
"Para peneliti di Wuhan menulis laporan tentang bat Coronaviruses yang diterbitkan tahun lalu. Nilai dari penelitian dan ketidakpedulian pemerintah," tulis Doctor of Philosophy-PhD dalam Facebooknya.
Salah satunya dari pemilik akun Daffa Ahmad Dani yang mengkritisi pemerintah setempat kenapa tidak ada yang melarak penduduk lokal mengonsumsi kelelawar.
"Mereka sudah tahu bahwa di dalam tubuh kelelawar itu ada virus mematikan , tapi mereka tetap saja tidak melarang penduduk lokal mengkonsumsi nya . Dan sekarang lah boom nya . . . . "BATMAN BEGINS"," tulis Daffa dalam kolom komentar.
Lantas, apa isi jurnal yang ramai dibicarakan ini?
Jurnal berjudul "Bat Coronaviruses in China" itu terbit di jurnal viruses dan terbit pada 2 Maret 2019.
Dalam abstraknya, ilmuwan dari Laboratorium Kunci CAS untuk Patogen Khusus dan Keamanan Hayati dari Intitut Virologi Wuhan, China dan University of Chinese Academy of Sciences, Beijing, China, menjelaskan tentang tiga jenis virus corona zoonosis yang menjadi penyebab wabah penyakit berskala besar selama dua dekade terakhir.
Tiga penyakit itu adalah Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS), Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS), dan Sindrom Diare Akut Babi (SADS).
SARS dan MERS mmuncul pada 2003 dan 2012. Masing-masing penyakit itu menyebabkan pandemi yang merenggut ribuan nyawa di seluruh dunia.
Sementara SADS menyerang industri babi pada tahun 2017.
Para ilmuwan menulis, ketiga penyakit itu memiliki karakteristik yang sama, seperti ketiganya sangat patogen terhadap manusia dan ternak. Agen penyebar virus adalah kelelawar, dan dua wabah penyakit itu berasal dari China.
"Dengan demikian, sangat mungkin bahwa coronavirus seperti SARS atau MERS yang berasal dari kelelawar akan muncul di China. Dan ada kemungkinan wabah terjadi di China," tulis para ahli dalam abstrak mereka.
Yi Fan, Kai Zhao, Zheng-Li Shi, dan Peng Zhou, yang adalah penulis dalam laporan penelitian ini mengingatkan bahwa penyelidikan kelelawar terkait virus corona adalah masalah mendesak yang harus dilakukan.
Menurut mereka, jika penyelidikan kelelawar sudah dilakukan sejak awal, maka deteksi dini akan dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak wabah di masa depan dari China.
"Tujuan ulasan ini adalah untuk meringkas pengetahuan terkini tentang keanekaragaman virus, host reservoir, dan distribusi geografis dari coronavirus kelelawar di China. Dan akhirnya kami bertujuan untuk memprediksi virus hotspot dan potensi transmisi lintas spesiesnya," tulis mereka.
Hubungan kelelawar dan virus corona
Kelelawar adalah satu-satunya mamalia dengan kemampuan terbang yang baik. Kelelawar dapat bermigrasi lebih jauh dibanding mamalia darat.
Penulis menyebut, kelelawar merupakan mamalia dengan jumlah besar. Dari semua spesies mamalia yang tersebar di seluruh Bumi, mamalia memiliki populasi seperlimanya sendiri.
Kelelawar mampu hidup berdampingan dengan berbagai macam virus di tubuhnya. Sementara, kemampuan migrasi kelelawar memiliki relevansi khusus dalam konteks penularan penyakit.
"Kelelawar telah dikaitkan dengan beberapa penyakit manusia yang sangat patogen. Seperti lyssavirus kelelawar (virus Rabies), henipavirus (virus Nipah dan virus Hendra), CoVs (SARS-CoV, MERS-CoV, dan SADS-CoV), dan ? levirus (Marburg virus, virus Ebola, dan virus Mengla). Semua menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan manusia," tulis ahli.
Selain itu disebutkan juga, analisis hubungan host-virus dari mamalia menunjukkan bahwa kelelawar memiliki proporsi virus zoonosis yang lebih banyak dibanding mamalia lain.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/09/173300023/tahun-lalu-ahli-china-peringatkan-potensi-virus-corona-baru-dari-kelelawar