KOMPAS.com - Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan, dr Cut Putri Arianie MHKes.
Bahkan, dari survei registrasi sistem Indonesia, kata Cut, penyakit kanker mengambil porsi pembiayaan kesehatan terbesar kedua dari jaminan kesehatan negara, setelah penyakit jantung.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan 43 persen penyakit kanker bisa dicegah, tetapi 70 persen pasien kanker datang ke rumah sakit pada stadium lanjut.
Keterlambatan datang ke rumah sakit untuk berobat bagi pasien kanker, menyebabkan angka harapan hidup pasien tersebut berkurang hingga buruknya berujung kematian.
Oleh sebab itu, Cut mengatakan Kementerian Kesehatan telah menempatkan 4 pilar yang perlu dilaksanakan agar dapat mengurangi prevalensi penderita kanker, serta angka kematian karena kanker.
1. Promosi kesehatan
Dalam promosi kesehatan, pemerintah berusaha selalu memberikan edukasi secara langsung dan tidak langsung melalui media massa ke masyarakat.
Selain itu, kata Cut, ada upaya memberdayakan masyarakat melalui kelompok penggiat atau survivor kanker kepada keluarga dan lingkungannya.
"Ini cara mengedukasi yang baik, agar keluarga dan lingkungan yang terkena kanker itu bisa warning atau jaga diri berdasarkan pengalaman kerabatnya itu," kata Cut dalam acara Peluncuran Penggunaan Metode Terbaru Pencegahan Kanker Serviks, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
2. Deteksi dini
Deteksi dini ini menjadi pilar yang sangat penting juga dalam upaya menekan angka kematian dari pasien kasus kanker.
"Pentingnya deteksi dini secara berkala. Tapi tampaknya di Indonesia, orang tidak mau datang berobat atau cek kesehatan kalau tidak ada keluhan sakitnya," ujarnya.
Padahal penyakit tidak menular ini menjadi jenis penyakit yang diam-diam mematikan atau disebut the silent killer. Sebab, sebagian besar tanda-tanda penyakit kanker ini samar atau hampir sama dengan penyakit lainnya.
Khususnya pada kanker serviks, saat ini metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) tes sebagai deteksi dini penyakit ini sudah bisa dilakukan, bahkan di desa-desa oleh bidan atau tenaga medis yang sudah terlatih.
"Jadi masyarakat seharusnya tidak lagi ada alasan untuk tidak melakukan deteksi dini kanker serviks karena akses yang susah," kata Cut.
3. Perlindungan khusus
Perlindungan khusus ini adalah upaya memberikan imunitas kekebalan kepada anak-anak perempuan usia 11-12 tahun atau siswa SD kelas 5-6, yaitu dengan diberikan imunisasi HPV.
Kementerian Kesehatan sejauh ini baru melakukan modeling di enam kota besar, meskipun belum semua wilayah dijangkau dan difasilitasi oleh modeling imunisasi HPV pada siswa perempuan SD ini.
Akan tetapi harapan ke depannya modeling ini bisa diterapkan menjadi kebijakan nasional dan diberikan kepada seluruh siswa SD perempuan di Indonesia.
"Ini adalah salah satu cara pencegahan untuk penyakit kanker leher rahim," tuturnya.
4. Penanganan kasus
Penanganan kasus umumnya dilakukan oleh para ahli atau para dokter yang memang menguasi bidang dan memiliki kompetensi terkait kasus penyakit ini. Terutama di rumah sakit yang memiliki fasilitas dan kredibilitas dalam menangani kasus penyakit kanker.
Ke empat pilar ini, kata Cut, ditekankan dalam sistem desentralisasi agar kewenangan pemerintah provinsi dan kabupatan, dapat dilaksanakan.
Selain itu, dapat diawasi selalu perkembangannya sebagai upaya menekan angka kematian dari penyakit kanker.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/07/204600623/ini-4-pilar-kesehatan-guna-kurangi-angka-kematian-penyakit-kanker