KOMPAS.com - Penyebaran virus corona Wuhan (2019-nCoV) tidak menunjukkan tanda-tanda melambat.
Update terbaru Jumat (5/2/2020) pagi mencatat, virus tersebut telah membunuh 492 orang dan sekitar 24.552 orang terinfeksi secara global.
Di China sendiri, virus 2019-nCoV telah menginfeksi sekitar 24.324 orang dengan 490 di antaranya meninggal dunia.
Karena infeksi virus yang terus meluas secara global, minggu lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan virus corona Wuhan atau novel coronavirus sebagai darurat kesehatan global alias PHEIC.
Namun, para ilmuwan saat ini berpikir bahwa wabah ini bakal segera ditetapkan sebagai sebuah pandemik.
Kepada The New York Times, Anthony Fauci selaku direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases Amerika Serikat berkata bahwa virus corona kali ini sangat mudah ditransmisikan dan hampir pasti akan menjadi pandemik.
Untuk diketahui, pandemik merujuk pada wabah yang lebih global daripada epidemik. Sedangkan epidemik merujuk pada wabah yang bersifat lebih lokal atau regional.
Seperti dijelaskan dalam artikel sebelumnya, salah satu wabah yang pernah dinyatakan sebagai pandemik adalah flu babi atau H1N1.
Mari kita bandingkan flu babi dengan virus corona Wuhan.
Perbandingan
Flu babi (H1N1)
Seperti namanya, flu babi H1N1 sebenarnya mengacu pada influenza pada babi.
Namun, virus ini dapat ditularkan babi ke manusia. Manusia yang telah terinfeksi flu babi dapat menyebarkan infeksi ke orang lain.
Flu babi adalah infeksi pernafasan yang sangat menular yang disebabkan oleh jenis virus Influenza A pada manusia.
Penyakit ini pertama kali ditemukan pada April 2009 di Mexico. Beberapa bulan setelah flu babi dilaporkan, tingkat penyakit H1N1 meningkat di banyak negara di seluruh dunia.
Pada Juni 2009, WHO menyatakan keadaan pandemi global, karena saat itu terdapat 74 negara yang melaporkan adanya kasus tersebut.
Selama setahun, wabah flu babi telah menginfeksi lebih dari 762.630.000 (762 juta) orang di 214 negara.
Dari jumlah itu, 284.500 orang di antaranya meninggal dunia. Artinya, 0,2 persen orang yang terinfeksi flu babi meninggal dunia.
Penyakit flu babi pun masih ada hingga kini. Kabar terbaru dari Pusat Pengendalian Penyakit Taiwan, ada 56 orang meninggal akibat flu babi dalam tiga bulan terakhir (terhitung sejak 1 Oktober 2019).
Dalam sepekan terakhir, media lokal Taiwan melaporkan ada 13 kematian. Sementara untuk kasus virus corona Wuhan di Taiwan, ada 11 orang yang terinfeksi dan tidak ada yang meninggal.
Di AS, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat ada sekitar 1.300 orang telah meninggal akibat flu babi selama musim ini.
Virus corona Wuhan
Sejak pertama kali diumumkan pada 31 Desember 2019 hingga hari ini, virus corona Wuhan telah menginfeksi 24.552 orang di 28 negara. Dengan mayoritas korban yang terinfeksi adalah warga China.
Dari angka tersebut, sebanyak 492 orang telah meninggal dunia hingga Jumat (5/2/2020) pukul 8.00 WIB.
Namun perlu dicatat juga, ada 907 orang yang sebelumnya terinfeksi virus corona Wuhan dinyatakan sembuh.
Hingga saat ini para ahli masih terus mempelajari virus corona Wuhan.
Laporan terbaru yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine menemukan, kasus di mana virus corona Wuhan ditularkan oleh orang yang tidak menunjukkan gejala pneumonia Wuhan.
Untuk diketahui, beberapa jenis virus, seperti SARS, yang juga virus corona hanya menular ketika orang yang terinfeksi menunjukkan gejala.
Sebaliknya, penyakit flu yang juga disebabkan oleh virus corona bisa menularkan virusnya sehari atau dua hari setelah mereka terinfeksi, bahkan saat gejalanya belum muncul.
Dalam kasus yang ditemukan di Jerman ini, virus corona Wuhan tampaknya lebih mirip penyakit flu, tetapi ia bisa menyebabkan dua generasi kasus, yakni orang yang tertular kemudian menularkannya ke orang lain.
Selain itu, dua penelitian yang terbit di jurnal Nature mengungkap bahwa virus corona Wuhan 80 persen mirip dengan SARS, bahkan keduanya berasal dari kelelawar.
Penanganan dan pengobatan
Flu babi
Dilansir SehatQ, sebagian besar kasus flu, termasuk flu babi, hanya memerlukan pereda gejala dan minum banyak cairan.
Namun jika seseorang memiliki penyakit pernapasan kronis, dokter dapat meresepkan obat tambahan untuk meringankan gejala yang timbul.
Obat antiviral oseltamivir dan zanamivir dapat diresepkan dalam satu atau dua hari pertama gejala untuk mengurangi keparahan gejala atau kemungkinan komplikasi.
Antivirus juga diresepkan untuk orang-orang yang memiliki risiko tinggi komplikasi, seperti balita, manula (usia di atas 65 tahun), ibu hamil, penderita HIV-AIDS, penderita asma, penyakit jantung, atau gangguan fungsi organ yang lain.
Namun, virus flu dapat berevolusi dan menjadi kebal (resisten) terhadap obat-obatan tersebut.
Virus corona Wuhan
Para ilmuwan di seluruh dunia masih bekerja untuk menemukan vaksin yang tepat untuk melawan virus corona Wuhan.
Sampai saat ini belum ada vaksin dan pengobatan spesifik yang dikembangkan untuk SARS dan virus corona Wuhan.
Namun, para peneliti telah mengerjakan beberapa obat dan vaksin pra-klinis untuk SARS yang mungkin dapat diterapkan untuk virus corona Wuhan.
Kendati demikian, kemampuan untuk menggunakan antibodi SARS untuk mengobati 2019-nCoV masih perlu dikonfirmasi, karena untuk saat ini, itu hanya sebuah hipotesis.
Penulis penelitian juga menyarankan dua cara potensial lain untuk mengobati virus corona baru.
“Pasien yang telah terinfeksi 2019-nCoV telah menghasilkan antibodi yang memiliki potensi untuk menetralkan virus," catat mereka.
Jenis lain dari antibodi coronavirus yang diproduksi pada kuda juga terbukti menetralkan 2019-nCoV. Antibodi kuda ini juga pernah digunakan untuk memerangi virus SARS.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/05/123702623/virus-corona-dinilai-akan-jadi-pandemik-ini-bedanya-dengan-flu-babi