KOMPAS.COM - Dua penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature menemukan kemiripan virus corona Wuhan dengan sindrom pernapasan akut (SARS).
Hal yang mengejutkan, yakni diketahui kedua virus pembawa pneumonia ini berbagi 80 persen kode genetik, bahkan keduanya sama-sama berasal dari kelelawar.
Dilansir dari Science Alert, Selasa (4/2/2020), temuan tersebut dipelajari dari genom virus corona Wuhan yang yang telah menginfeksi lebih dari 17.000 orang dan menewaskan lebih dari 360 sejak Desember.
"Pada dasarnya, ini adalah versi SARS yang menyebar lebih mudah, tetapi menyebabkan lebih sedikit kerusakan," ujar Ian Jones, seorang ahli virologi di University of Reading di Inggris yang tidak berafiliasi dengan penelitian ini.
Dengan demikian, kata Jones, semestinya perawatan dan vaksin yang dikembangkan untuk SARS dapat bekerja untuk virus corona Wuhan.
Virus corona pada SARS
Sebagian besar virus corona adalah penyakit zoonosis, yang artinya penyebarannya ditularkan dari hewan ke manusia. Faktanya, virus yang menyebabkan SARS dan Novel Coronavirus (2019-nCoV) disebabkan oleh kelelawar.
Kelelawar akan menginfeksi hewan lain melalui kotoran atau air liur mereka, dan perantara tanpa sadar menularkan virus ke manusia.
"2019-nCoV adalah virus kelelawar, dan SARS-CoV, yang menyebabkan epidemi pada 2002 dan 2003, adalah kerabat terdekat yang terlihat sebelumnya pada manusia," sambung Jones.
Antara November 2002 dan Juli 2003, SARS membunuh 774 orang dan menginfeksi 8.098 di 29 negara.
Untuk menentukan asal mula virus corona Wuhan, para ilmuwan memeriksa genom lengkap sampel virus corona yang dikumpulkan dari pasien pada tahap awal wabah.
Dalam studi pertama, sebuah tim yang dipimpin oleh para ilmuwan di Institut Virologi Wuhan melihat sampel virus dari tujuh pasien yang awalnya melaporkan kasus pneumonia berat.
Enam dari pasien tersebut bekerja di pasar makanan laut grosir Huanan di Wuhan, China yang diperkirakan menjadi tempat dimulainya wabah pada bulan Desember 2019 lalu.
Hasilnya, sekitar 70 persen sampel hampir identik satu sama lain dan urutan genetiknya 79,5 persen mirip dengan SARS.
Dibalik penelitian itu, peneliti juga menemukan 2019-nCoV hampir identik dengan virus corona lain yang beredar di populasi kelelawar China, 96 persen cocok dengan kode genetik tersebut.
Studi kedua yang dipimpin para ilmuwan dari Universitas Fudan di Shanghai dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, memeriksa seorang pria berusia 41 tahun yang juga bekerja di pasar.
Dia memeriksa ke rumah sakit Wuhan pada 26 Desember dengan gejala penyakit pernapasan dan demam.
Analisis virus yang menginfeksinya menunjukkan virus itu 89 persen mirip dengan kelompok virus corona mirip SARS yang disebut Betacoronavirus yang sebelumnya ditemukan pada kelelawar China.
Virus pada SARS dan virus corona Wuhan mengikat sel-sel manusia dengan cara yang sama, para penulis studi ini mengatakan pengobatan potensial untuk yang pertama mungkin juga bekerja untuk yang terakhir.
Zheng-Li Shi, penulis utama studi ini bersama rekannya menjelaskan, sampai saat ini belum ada vaksin dan pengobatan spesifik yang dikembangkan untuk SARS dan virus corona Wuhan.
Namun, para peneliti telah mengerjakan beberapa obat dan vaksin pra-klinis untuk SARS yang mungkin dapat diterapkan untuk virus corona Wuhan.
Kendati demikian, kemampuan untuk menggunakan antibodi SARS untuk mengobati 2019-nCoV masih perlu dikonfirmasi, karena untuk saat ini, itu hanya sebuah hipotesis. Penulis penelitian juga menyarankan dua cara potensial lain untuk mengobati virus corona baru.
“Pasien yang telah terinfeksi 2019-nCoV telah menghasilkan antibodi yang memiliki potensi untuk menetralkan virus," catat mereka.
Jenis lain dari antibodi coronavirus yang diproduksi pada kuda juga terbukti menetralkan 2019-nCoV. Antibodi kuda ini juga pernah digunakan untuk memerangi virus SARS.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/04/170300423/virus-corona-wuhan-80-persen-mirip-dengan-sars-ahli-jelaskan