KOMPAS.com - Leukemia atau kanker darah cukup sering dialami anak-anak. Setidaknya satu dari 10.000 anak mengidap penyakit ini.
Terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi leukemia adalah dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang belakang.
Namun, terapi tersebut tidak asal diberikan. Masing-masing kanker memiliki protokol pengobatan yang berbeda. Dan terapi pun disesuaikan dengan jenis kankernya.
Dina Garniasih, Sp.A(K), M.Kes, spesialis kanker pada anak mengatakan, leukemia ada dua jenis, yakni leukemia akut dan kronik.
Leukemia limfostik akut atau Acute Lymphoctic Leukemia (ALL) adalah jenis kanker darah dan sumsum tulang, jaringan sepon di dalam tulang tempat sel-sel darah dibuat.
Kata "akut" pada leukemia limfositik akut berasal dari fakta bahwa penyakit ini berkembang dengan cepat dan menciptakan sel-sel darah yang tidak matang, bukan yang dewasa.
Sekitar lebih dari 80 persen, leukimia pada anak jenisnya adalah ALL.
"Angka kesembuhan pada ALL sudah baik. Sekitar 70-80 persen namanya remisi. Artinya selagi kemoterapi dia berhasil sembuh kemudian kondisinya normal," ungkap Dina kepada Kompas.com, Jumat (31/1/2020).
Namun, di antara pasien ALL tersebut ada juga yang kambuh leukemianya. Bila leukemia kambuh setelah dilakukan kemoterapi, Dina menyarankan, sebaiknya dilakukan transplantasi sumsum tulang.
"Pada leukemia ALL, ketika dikemoterapi mengalami suatu kekambuhan maka dia merupakan kandidat dilakukan bone marrow transplant atau transplantasi sumsum tulang belakang," jelas Dina.
Jenis leukemia yang satu lagi adalah kronis, yakni Acute Myeloid Leukemia (AML).
Hanya ada 15-20 persen penderita leukemia AML. Jika terdeteksi seseorang mengidap AML, sudah dipastikan dia adalah kandidat untuk melakukan transplantasi sumsum tulang.
"Sisanya, sekitar 15-20 persen adalah Acute Myeloid Leukemia atau AML. AML dari awal juga sudah merupakan kandidat untuk dilakukan transplantasi (sumsum tulang belakang)," kata Dina.
Apa itu transplantasi sumsum tulang?
Transplantasi sumsum tulang belakang atau cangkok sumsum tulang merupakan harapan bagi penderita leukemia atau kanker darah.
Sumsum tulang adalah material lunak yang ada di dalam tulang dan mengandung sel-sel belum matang yang bernama sel induk hematopoietik.
Sel belum matang nantinya dapat berkembang menjadi tiga jenis sel darah, yakni sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit.
Nah, tranplantasi sumsum tulang sendiri merupakan prosedur bedah untuk mengganti sumsum tulang yang rusak atau hancur akibat penyakit, dengan sel induk sumsum tulang belakang yang sehat.
Keberadaan sumsum tulang belakang sangat penting untuk mendukung proses penyampaian pesan antara otak dan saraf tulang belakang.
Ketika seseorang memiliki sel kanker darah seperti leukimia, sumsum tulang akan gagal memproduksi sel-sel darah yang diperlukan tubuh.
Risiko untuk relapse atau kambuhnya leukemia diyakini sangat kecil bagi pasien yang sudah menjalani transplantasi sumsum tulang belakang.
Dilansir Hello Sehat, proses pengambilan sampel sumsum tulang dari pendonor sehat disebut sebagai "panen (harvesting)".
Dalam proses ini, jarum dimasukkan melalui kulit pendonor hingga ke dalam tulang untuk mengambil sumsum tulangnya. Seluruh proses memakan waktu sekitar satu jam dan donor biasanya diberikan anestesi.
Setelah kemoterapi intensif atau terapi radiasi, pasien diberikan infus sumsum tulang belakang dari pendonor melalui jalur intravena.
Prosedur ini diikuti dengan proses "engraftment", di mana sel-sel induk baru menemukan jalan mereka ke sumsum tulang belakang dan kembali memproduksi sel darah.
Syarat donor sumsum tulang
Untuk melakukan transplantasi sumsum tulang, pasien harus memiliki pendonor yang sesuai dengan pasien.
"Kalau transplantasi, kita cari donor yang secara DNA paling mirip. Tentu saja yang paling mirip adalah saudara sekandung. Dan itu dilakukan tes untuk memastikan kecocokan," ungkap Dina.
Sementara yang tidak memiliki saudara sekandung, donor sumsum tulang bisa dari orangtua pasien.
Efek samping transplantasi sumsum tulang belakang
Semua tindakan medis memiliki efek samping, mulai dari minimal sampai fatal.
Efek samping dari transplantasi sumsum tulang belakang, setelah dilakukan protokol bisa saja pasien mengalami penolakan terhadap cangkok yang dilakukan.
Risiko yang paling berbahaya adalah mengancam jiwa.
Oleh karena itulah, pengecekan transplantasi sumsum tulang belakang harus dipastikan kecocokannya untuk menghindari risiko tersebut.
https://sains.kompas.com/read/2020/02/03/174200023/transplantasi-sumsum-tulang-belakang-untuk-leukemia-apa-syaratnya-