Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Siswi SD Nangis karena Lari 21 KM Tanpa Hadiah, Bagaimana Efek Kesehatannya?

KOMPAS.com - Asmarani Dongku, siswi kelas VI SD dari Desa Pandiri, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, menangis setelah menang juara 1 lomba lari maraton, tapi tak membawa pulang hadiah apapun.

Padahal, jarak lintasan lari yang ditempuhnya sejauh 21 kilometer dan termasuk kategori half marathon.

Untuk anak seusianya, tentu ini adalah jarak yang cukup jauh untuk dilalui. Dari sisi medis, apa dampak lari maraton sejauh itu pada anak-anak?

"Kalau orang itu sehat dan sudah terlatih, maka tidak ada batasan (jarak lari maraton). Misal anak ini memang sudah biasa berlatih lari, ya, tidak masalah," ujar dokter spesialis keolahragaan, dr. Michael Triangto dari RS Mitra Kemayoran kepada Kompas.com, Kamis (30/1/2020).

Terutama, apabila anak tersebut seorang atlet atau calon atlet lari dan lari sejauh itu adalah bagian dari latihannya.

"Atlet itu yang dikejar hanya menang, yang jadi bahaya, kalau ingin menang lalu kesehatan diabaikan," sambung dr. Michael.

Sebab, sudah cukup banyak kasus terkait kegiatan atletik yang sering menyebabkan gangguan kesehatan, bahkan kematian seseorang.

Dr. Michael menjelaskan dengan terus berlari dalam waktu sekian lama, tentu dapat menyebabkan beberapa gangguan pada kesehatan.

Bahkan, overused injury juga bisa berpotensi dialami atlet, atau mereka yang menyenangi olahraga ini.

"Bisa terjadi benturan pada ankle, lutut atau panggul, cedera otot dan sendi. Sehingga dia (atlet) tidak bisa mengklaim dirinya sehat," jelas dr. Michael.

Bisa memengaruhi pertumbuhan fisik

Bentuk latihan atletik yang tidak diimbangi dengan faktor pendukung kesehatan, baik fisik maupun mental dinilai dapat memberikan dampak negatif bagi anak-anak.

Dr. Michael memaparkan olahraga atletik identik dengan faktor sosial ekonomi. Karena jika aktivitas atletik ini dilakukan hanya untuk mengejar prestasi, biasanya sisi kesehatan cenderung diabaikan.

"Olahraga atletik itu biasanya sosial ekonominya kurang bagus. Di mana yang dikhawatirkan adalah gizinya tidak terpenuhi dengan baik," ungkap dr. Michael.

Sebab, olahraga atletik memerlukan aktivitas gerak yang cukup tinggi. Apabila tidak diimbangi dengan gizi yang cukup, maka dapat memengaruhi pertumbuhan tulang dan fisiknya.

"Dulu saat masih pendidikan, ada atlet lari yang selalu juara maraton, tetapi penampilannya tidak sesuai dengan fisiknya. Postur tubuhnya kecil, ternyata tulangnya keropos," papar dr. Michael.

Sedangkan, pada atlet perempuan, penanganan kesehatan yang tidak tepat dapat memengaruhi perkembangan seksual.

"Misal ada gangguan pada masa haid, dan lain sebagainya. Jadi, (sebenarnya) tidak masalah lari maraton jarak jauh bagi anak, asalkan kesehatan dan kemampuan fisiknya juga disesuaikan dan dipenuhi," sambung dr. Michael.

https://sains.kompas.com/read/2020/01/31/090300423/siswi-sd-nangis-karena-lari-21-km-tanpa-hadiah-bagaimana-efek-kesehatannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke