KOMPAS.com – Menjalani gaya hidup sehat merupakan kunci supaya tidak terserang berbagai penyakit, salah satunya kanker paru. Asal tahu saja, kanker paru merupakan jenis kanker yang paling mematikan di dunia.
Data terbaru dari International Agency for Research on Cancer (IARC), Global Cancer Observatory 2018 menyatakan Indonesia menjadi negara dengan penderita kanker paru terbanyak di kawasan Asia Tenggara dimana sebanyak 30.023 jiwa dengan angka kematian mencapai 26.095 jiwa.
Melansir The Asean Post, Jumat (5/7/2019), sedikitnya 80 persen dari semua kanker paru di dunia disebabkan oleh asap rokok. Namun, selain berbahaya bagi perokok aktif, asap rokok juga merugikan perokok pasif atau secondhand smoker.
Lalu, mengapa perokok memiliki kemungkinan terpapar penyakit kanker paru?
Menurut Mayo Clinic: Family Health Book terbitan Intisari (2007), terdapat kandungan asbes dan karsinogen pada rokok yang bisa tersebar di lingkungan. Nah, akibat tersebar dengan bebas di udara, orang yang tidak merokok berpotensi menghirup kedua zat tersebut.
Dalam buku itu disebutkan, zat asbes dan karsinogen ini dapat menimbulkan batuk berdarah, sesak napas, menurunnya berat badan, demam, hingga kanker.
Tak hanya itu, perokok pasif juga bisa terkena kanker paru sekunder atau kanker yang menyebar ke paru-paru. Biasanya, kanker ini tersebar dari organ-organ tertentu seperti payudara, tulang, usus besar, prostat, dan testis.
Kanker paru bukan sel kecil
Pada dasarnya, terdapat dua jenis kanker paru, yakni kanker paru sel kecil atau small cell lung cancer (SCLC) dan kanker paru bukan sel kecil (KPBSK) atau non-small cell lung cancer (NSCLC).
Kemudian, jenis kanker yang terakhir disebutkan, NSCLC, terbagi lagi menjadi tiga kategori, yakni adenokarsinoma, sel kanker skuamosa, dan karsinoma sel besar.
Melansir Kompas.com, Kamis (1/8/2019), kategori kanker paru yang sering diderita perokok pasif adalah kanker paru bukan sel kecil (KPBSK) adenokarsinoma.
Jenis kanker itu berkembang di dalam sel paru-paru yang memproduksi cairan mukus dan bisa menyebar ke kelenjar limpa di wilayah paru-paru atau melalui aliran darah ke organ lain tubuh.
Bila seseorang menderita penyakit kanker paru jenis itu, maka ia harus menjalani berbagai pengobatan untuk mengalahkan sel kanker yang ada di dalam tubuhnya.
Kepala Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran (FK) Universtas Gadjah Mada (UGM), dr. Johan Kurnianda, SpPD, KHOM, FINASIM, menjelaskan salah satu pengobatan kanker yang bisa dijalani pasien adalah imuno onkologi.
Asal tahu saja, imuno onkologi merupakan salah satu metode pengobatan kanker yang mengoptimalkan kemampuan imun tubuh untuk digunakan sebagai senjata dalam melawan sel kanker.
“Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli onkologi, tingkat kematian penderita kanker paru cukup besar, yakni mencapai 90 persen sebelum adanya imuno onkologi. Ini artinya, 9 dari 10 penderita kanker paru akan meninggal karena penyakit ini,” jelasnya.
Untuk diketahui, lanjutnya, pasien akan melakukan terapi imuno onkologi ini sampai ada progress atau perkembangan penyembuhan. Selain itu, akan dilihat apakah ada efek samping yang bisa ditoleransi atau tidak.
Berdasarkan sebuah riset yang diterbitkan University of Wollongong, Australia pada 2019 juga menyatakan tingkat kelangsungan hidup keseluruhan rata-rata dari terapi imuno onkologi mencapai 30 bulan.
Untuk mengenali gejala kanker paru dan penyebab nya lebih mendalam, silakan berkonsultasi dengan dokter atau bisa mengunjungi situs www.lawankankerdaridalam.com.
https://sains.kompas.com/read/2020/01/30/210200923/perokok-pasif-bisa-terkena-kanker-paru-kok-bisa-