KOMPAS.COM - Akibat meningkatnya pemanasan global, upaya berbagai negara untuk mengurangi gas rumah kaca terus dilakukan, salah satunya dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Fluoroform atau HFC-23 merupakan gas rumah kaca yang memiliki 12.000 kali potensi pemanasan global dari karbon dioksida.
Namun, dilansir dari Earther (22/01/2020), ternyata tidak semua upaya berjalan dengan baik.
Hal ini dibuktikan emisi HFC-23 dari India dan China yang terus meningkat sejak 2014. Padahal, keduanya telah berjanji untuk menurunkan emisi ke nol.
Menurut temuan yang diterbitkan di Nature Communications, emisi HFC-23 mencapai puncak baru pada tahun 2018.
Fluoroform digunakan dalam lemari es dan pendingin udara. Awalnya, dirancang untuk menggantikan klorofluorokarbon, refrigeran yang memiliki sifat perusak ozon utama.
Namun, HFC-23 ternyata membuat pemanasan global menjadi lebih buruk. Sejak itu HFC-23 telah dihapuskan di bawah Amandemen Kigali.
Sebuah perjanjian internasional yang mulai berlaku tahun lalu (tanpa AS), masing-masing negara telah berupaya menghapuskannya dengan cara lain, termasuk India dan China yang merupakan dua produsen HFC-23 terbesar.
China melaporkan penurunan emisi yang cepat dari tahun 2014 hingga 2017, sedangkan India menyerukan produsen untuk membakar gas daripada membiarkannya keluar ke atmosfer.
Akhirnya, para ilmuwan melakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah China dan India benar-benar mengurangi emisi tersebut.
Sebab, HFC-23 dan gas lainnya bercampur di atmosfer. Para ilmuwan mengamati pengukuran dari lima stasiun di seluruh dunia yang memantau gas rumah kaca.
Penurunan gas rumah kaca tidak capai target
Hasilnya tidak terduga, walaupun penurunan emisi yag diharapkan 87 persen, ilmuwan mengungkapkan HFC-23 mencapai ketinggian baru pada 2018.
Emisi tambahan dari 2014 hingga 2017, kira-kira setara dengan semua emisi gas rumah kaca Spanyol pada tahun 2017.
Oleh karena itu, para peneliti berhipotesis, sebagian besar ini disebabkan China tidak memenuhi target penurunan HFC dan emisi yang tersisa tidak dilaporkan.
Jika China benar-benar mengurangi emisinya, maka negara-negara maju lainnya harus meningkatkan emisinya sebesar 780 persen antara periode tahun 2015 dan 2017.
Lompatan yang cukup drastis dalam kerangka waktu kecil untuk negara-negara yang sedang berjuang. Jika India yang harus disalahkan, ia harus meningkatkan emisinya sebesar 690 persen pada tahun-tahun ini.
"Gas rumah kaca yang kuat ini telah berkembang pesat di atmosfer selama beberapa dekade sekarang, dan laporan-laporan ini menunjukkan kenaikan seharusnya hampir sepenuhnya berhenti dalam waktu dua atau tiga tahun," kata rekan penulis Matt Rigby, seorang ilmuwan atmosfer di University of Bristol dan anggota Eksperimen Gas Atmosfer Global.
Studi lain juga menunjukkan emisi HFC-23 dan refrigeran lainnya menyebabkan setengah pemanasan dan pencairan di Kutub Utara.
Para ilmuwan mengatakan sebenarnya gas rumah kaca ini meningkat dan tidak menurun seperti yang dilaporkan.
Penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk mencari tahu, di mana letak perbedaan antara emisi yang dilaporkan dan pengamatan atmosfer terletak.
Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengurangi emisi. Dunia perlu menghentikan semua emisi gas rumah kaca jika agar dapat mengatasi krisis iklim dan pemanasan global.
https://sains.kompas.com/read/2020/01/23/101500523/pemanasan-global-emisi-gas-rumah-kaca-masih-tinggi-di-atmosfer