KOMPAS.com - Pernah merasakan masalah batuk yang tidak kunjung sembuh berhari-hari, Anda perlu mewaspadainya.
Batuk rejan atau batuk 100 hari ternyata bukan masalah kesehatan biasa.
Melansir Science Alert, Sabtu (18/1/2020), batuk ini disebabkan oleh adanya bakteri yang sangat menular, yakni bakteri Bordetella pertussis.
Awalnya, batuk ini dimulai dari pilek biasa, kemudian sakit tersebut tidak berakhir seperti pilek pada umumnya.
Batuk rejan adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang sangat menular yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia, bahkan menewaskan puluhan ribu orang setiap tahunnya.
Untungnya, vaksin untuk melindungi diri dari bakteri Bordetella pertussis ini telah ada sejak pertengahan abad ke 20.
Bakteri batuk rejan beradaptasi pada ACV
Kendati vaksin tersebut telah ditemukan untuk mengantisipasi infeksi dari bakteri itu, namun ternyata Bordetella pertussis mampu beradaptasi dengan vaksin.
Dalam penelitian pertama di dunia, tim ilmuwan Australia telah menemukan bagaimana bakteri tersebut dapat beradaptasi dengan vaksin aselular (ACV) yang digunakan di Australia.
Vaksin itu mirip dengan ACV yang digunakan untuk batuk rejan di negara lain di seluruh dunia.
"Kami menemukan strain akibat batuk rejan berevolusi untuk meningkatkan kelangsungan hidup mereka, terlepas apakah seseorang divaksinasi atau tidak," jelas ahli mikrobiologi dari University of New South Wales (UNSW), Laurence Luu.
Luu menjelaskan secara sederhana, bakteri penyebab batuk rejan menjadi lebih kebal dan mereka berpotensi berubah menjadi superbug.
Hasil temuan itu menggunakan teknik yang disebut pencukur permukaan untuk menganalisis protein yang menyelimuti bakteri Bordetella pertussis pada tingkat sel.
Strain yang diteliti terlihat memproduksi lebih banyak protein pengikat nutrisi dan mengangkut protein. Akan tetapi, lebih sedikit membawa protein imunogenik, jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
Para peneliti mengatakan perubahan baru dalam Bordetella pertussis dapat dikatakan lebih metabolik daripada generasi sebelumnya.
Bahkan, bakteri ini dinilai mampu lebih efisien mengais nutrisi dari inangnya, sambil menghindari reaksi dari sistem kekebalan tubuh inangnya.
Selain itu, karena bentuk yang berkembang, memungkinkan tidak memicu repons imun sebanyak mungkin.
"Bakteri ini mungkin masih menjajah Anda dan bertahan hidup tanpa menyebabkan penyakit. Bahkan Anda tidak akan tahu kalau telah terinfeksi, karena tidak ada gejalanya," jelas Luu.
Studi baru didasarkan pada beberapa temuan yang dibuat oleh para peneliti UNSW dalam beberapa tahun terakhir, termasuk penemuan strain Bordetella pertussis di China.
Selain itu, strain tanpa protein di permukaan yang disebut pertaktin yang menjadi sasaran dari vaksisn batuk rejan. Strain ini dapat memiliki keuntungan evolusi.
Penelitian baru tentang superbug secara umum menunjukkan, bakteri ini telah menyebabkan 3 juta orang sakit di Amerika Serikat setiap tahun. Sekitar 35.000 orang di antaranya tidak selamat dari infeksi tersebut.
Kendati demikian, para peneliti mengatakan masyarakat tidak perlu panik akibat adanya Bordetella pertussis ini. Sebab, obat-obatan imunisasi saat ini masih berfungsi.
Akan tetapi, para peneliti menekankan perlunya pengembangan vaksin baru dalam lima hingga 10 tahun ke depan. Tujuannya, untuk mengantisipasi perubahan yang tampak mulai terlihat pada bakteri ini.
"Saat ini vaksin masih sangat efektif melawan strain batuk rejan. Namun di masa depan kita memang membutuhkan vaksin baru untuk melawan evolusi dari bakteri batuk rejan ini," kata Luu.
https://sains.kompas.com/read/2020/01/18/173300623/ilmuwan-peringatkan-mutasi-bakteri-pemicu-batuk-rejan-kenapa-