KOMPAS.com – Di bagian tengah Samudera Pasifik, terdapat area yang paling terpencil sekaligus ekstrem bahkan bagi kehidupan bawah laut.
Area tersebut bernama Point Nemo, yang terletak di tengah South Pacific Gyre (SPG). Para ahli juga menyebut tempat ini sebagai spacecraft cemetery alias kuburan roket.
Hal tersebut karena antara tahun 1971 hingga pertengahan 2016, badan antariksa dari berbagai belahan dunia membuang sekitar 260 roket ke wilayah tersebut.
Mengutip Science Alert, Senin (13/1/2020), roket tersebut antara lain MIR Space Station milik Uni Soviet pada masa lampau, lebih dari 140 roket milik Rusia, beberapa pesawat kargo milik European Space Agency, sampai roket milik SpaceX.
Para astronot yang tinggal di International Space Station (ISS) adalah manusia yang berada paling dekat dengan Point Nemo. Hal ini karena jarak dari Point Nemo sampai ISS adalah 360 km. Sementara jarak dari Point Nemo ke pulau terdekat lebih jauh dari itu.
Point Nemo sendiri memiliki area sekitar 37 juta km2. Selain menjadi titik paling terpencil, Point Nemo juga menjadi titik terekstrem dari samudera di Bumi. Sebanyak lima arus laut paling kencang di Bumi tergabung di lokasi tersebut.
Karena lokasi yang terpencil, para peneliti menyebut Point Nemo sebagai desert atau gurun pasir di tengah samudera. Selain itu, jumlah paparan sinar matahari pada Point Nemo juga lebih banyak dibanding area-area lain di samudera.
Sampai saat ini, para peneliti belum memetakan kehidupan bawah laut di Point Nemo karena lokasinya yang sangat terpencil.
Ekspedisi mengarungi South Pacific Gyre
Kapal penelitian milik Jerman, FS Sonne, mengarungi South Pacific Gyre (SPG) pada Desember 2015 sampai Januari 2016. Kapal tersebut mengarungi samudera sejauh 7.000 km, dari Chile sampai Selandia Baru.
Sepanjang perjalanan, kapal tersebut mengumpulkan populasi mikroba dengan kedalaman mulai 20-5.000 meter di bawah permukaan laut. Kapal tersebut menggunakan sistem analisis terbaru yang memungkinkan para peneliti mengidentifikasi sampel organik dalam waktu kurang dari 35 jam saja.
“Menariknya, jumlah mikroba yang kami temukan sepertiga lebih sedikit dibanding area lain di samudera. Ini adalah jumlah paling sedikit dari mikroba di lautan,” tutur salah satu peneliti, Bernhard Fuchs yang merupakan ahli mikroba.
Penyebaran dari mikroba-mikroba ini bergantung pada kedalaman air, perubahan temperature, konsentrasi nutrisi, juga keberadaan sinar matahari.
Hal itu semakin meyakinkan peneliti bahwa SPG, terutama Point Nemo, merupakan “gurun pasir di tengah lautan” karena populasi yang minim serta lokasinya yang sangat terpencil.
https://sains.kompas.com/read/2020/01/13/200300823/tempat-paling-ekstrem-dan-terpencil-di-samudera-dijuluki-kuburan-roket-