Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ratusan Korban Reynhard Sinaga, Kenapa Hanya 48 yang Melaporkan Diri?

Dari 190 lebih dugaan kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Reynhard, baru 48 orang yang melaporkan dirinya menjadi salah satu korban kekerasan seksual.

Mengapa korban enggan melaporkan diri?

Dokter Divisi Psikiatri Komunitas, Rehabilitasi, dan Trauma Psikososial, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, mengatakan bahwa sangat sulit bagi korban kekerasan seksual untuk melaporkan diri kepada pihak berwenang.

"Datang ke rumah sakit aja udah alhamdulillah. Tapi untuk melaporkan tindak kekerasan seksual secara utuh, itu adalah hal yang sulitnya setengah mati," kata Gina dalam sebuah acara bertajuk Waspadai Kekerasan Seksual di Sekitar Kita: Dalam Tinjauan Medis, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Tidak hanya korban kekerasan seksual, dokter yang menangani juga berada di posisi yang sulit untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan.

Meski pihak medis menyatakan sebaiknya korban melaporkan diri ke pihak berwajib lainnya, tetapi keluarga korban tidak menginginkannya, hal itu sulit terjadi.

"Kami juga sebagai dokter berada di posisi sulit, apalagi jika sudah ada keputusan dari pihak keluarga korban," ujarnya.

Namun, perlu disadari bahwa banyak hal yang menyebabkan korban maupun keluarga korban enggan untuk melaporkan diri meskipun sudah mendapati tindak kekerasan seksual.

Menurut Gina, secara disadari ataupun tidak, kita selama ini sudah menanamkan bahwa melaporkan diri mengalami kekerasan seksual merupakan bagian dari aib.

Sehingga, setelah sekali korban dan keluarga yang bersangkutan datang menemui dokter di Poli Klinik Terpadu dan mendapatkan saran, diakui Gina, tidak banyak yang melanjutkan konsultasi lanjutan di Poli Penanggulangan Stres Paska Trauma.

Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang berpegang dengan nasihat lama bahwa membuka aib itu tidak baik dilakukan.

Adapun masih menurut Gina, pelaku tindak kekerasan seksual baik di ranah publik maupun ranah pribadi, berdasarkan data adalah orang yang dikenal korban.

"Rata-rata pelaku adalah orang yang dikenal, sedikit kasus tindak kekerasan seksual dilakukan orang asing," tuturnya.

Gina meminta audiens untuk membayangkan, ada seorang anak menjadi korban kekerasan seksual, yang ternyata pelakunya adalah adik dari ibu kandungnya sendiri.

Meskipun tindak kekerasan dilakukan oleh orang asing, tidak sedikit justru orang disekitar korban bahkan menyalahkan korban yang tidak berdaya karena bodoh atau mau nurut atau lain sebagainya.

Meskipun diketahui bahwa tindak kekerasan seksual merupakan kekerasan yang bersifat memaksa seseorang untuk terlibat dalam tindakan seksual.

"Kalau sudah begitu, misal kita korban, apa yang mau kita lakukan?" ujarnya.

Makanya lebih banyak korban memilih diam, dan menjadikan ia (korban) selalu berusaha menahan dirinya. Bahkan menipu dirinya sendiri, seolah tidak terjadi apa-apa dan baik-baik saja.

Hal inilah yang justru menambah kesakitan yang dirasakan korban, tetapi untuk melaporkan diri adalah hal yang sulit dilakukan.

"Korban itu traumanya (fisik) kadang gak kelihatan, tapi sakitnya (perasaan) terasa," kata Gina.

Oleh sebab itu, hal yang paling penting disadari bersama adalah korban tindak kekerasan seksual membutuhkan dukungan dan pemahaman dari orang-orang disekilingnya agar dapat melewati fase rentan itu, bukanlah justru menjadi stigma negatif tentangnya.

https://sains.kompas.com/read/2020/01/11/170300723/ratusan-korban-reynhard-sinaga-kenapa-hanya-48-yang-melaporkan-diri-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke