KOMPAS.com - Pelayaran yang dilakukan untuk meneliti Transport Indonesian Seas, Upwelling, Mixing Physics (TRIUMPH) yang dimulai sejak 18 November - 24 Desember 2019 di perairan selatan Jawa, Selat Bali hingga Selat Makassar telah kembali.
Dalam penutupan penelitian TRIUMPH yang digelar di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Selasa (24/12/2019), tim beserta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyampaikan fakta yang telah ditemukan oleh mereka saat di lapangan.
Penelitian TRIUMPH dilakukan LIPI melalui Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI. Tim melakukan eksplorasi Arus Lintas Indonesia (Arlindo) bersama The First Institute of Oceanography-Tiongkok dan Departement of Atmospheric and Oceanic Science University of Maryland-Amerika Serikat.
Apa itu Arlindo?
Arus Lintas Indonesia (Arlindo) merupakan aliran massa air yang bergerak dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia di garis lintang rendah.
Interaksi Arlindo dengan sistem atmosfer diketahui ikut menentukan kondisi iklim global. Proses riset Arlindo kembali melibatkan Kapal Riset Baruna Jaya VIII milik LIPI.
Dijelaskan oleh Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko, bahwa riset Arlindo tersebut dilakukan guna mempelajari interaksi samudera dan atmosfer yang ada.
“Guna mempelajari interaksi samudera dan atmosfer seperti ini, KR Baruna Jaya VIII telah menjadi kapal penjelajah samudera dengan instrumentasi canggih yang sedia setiap saat menjelajah samudera terdalam di Indonesia dan sekitarnya,” kata Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI, Nugroho Dwi Hananto.
Selain itu, kata Nugroho, penelitian atau riset Arlindo ini juga menjadi salah satu dari kebermanfaatan yang diharapkan dapat berguna untuk masyarakat.
"Riset TRIUMPH ini dilakukan untuk mengumpulkan lebih banyak data oseanografi fisika, kimia dan biologi yang penting untuk mengungkapkan potensi sumberdaya hayati dan nonhayati terkait Arlindo, upwelling dan mixing perairan Nusantara," tambahnya.
Hasil riset TRIUMPH
Nugroho menjelaskan, riset TRIUMPH telah berhasil menghimpun data time series dari satu stasiun mooring buoy laut dalam, empat buoy pesisir (Trawl Resistenace Bottom Mooring, TRBM), dua mooring bawah air, 58 data stasiun CTD (Current, Temperature, Depth), 5 lokasi gravity core, 14 sampling larva, dan sampah laut.
Selain itu, adanya simbiosis antara berbagai tipe plankton mengungkapkan pentingnya mempelajari rantai makanan dalam ekologi laut dalam di Selatan Jawa dan Selat Makassar.
“Kelimpahan plankton yang ada pada lokasi penelitian sangat penting menujukkan produktivitas perairan Samudera Hindia selatan Jawa terkait dengan potensi perikanan yang ada,” ujarnya.
Ditemukan pula bahwa larva Scombidae dan tuna sangat berperan dalam studi komprehensif untuk memberikan masukan bagi kebijakan eksploitasi perikanan yang berkelanjutan.
Pelayaran penelitian TRIUMPH berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang baru saja diselesaikan ini meliputi rute perairan Teluk Jakarta, Selat Sunda, perairan Selatan Jawa, sampai berlabuh di pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi, Jawa Timur.
Selanjutnya, tahap kedua dari Banyuwangi menuju Selat Makassar dengan rute Selat Bali - Selat Badung - Selat Lombok - Selat Alas - Selat Makassar lalu kembali menuju pelabuhan Muara Baru, Jakarta.
Di etape ini, para peneliti melakukan akusisi data oseanografi dan sampah laut selama tanggal 5 – 24 Desember 2019.
“Hasil-hasil riset TRIUMPH ini telah memperluas horizon dan himpunan pengetahuan tentang pola cuaca dan iklim di Indonesia," ungkap Nugroho.
https://sains.kompas.com/read/2019/12/27/090400323/pelayaran-triumph-telah-kembali-data-apa-yang-didapatkan-