KOMPAS.com - Perkembangan dan kemajuan keilmuan terkait sel punca dinyatakan menjadi terobosan dan inovasi bagi Indonesia. Produksi sel punca juga disebutkan bisa memberi potensi bagi Indonesia untuk menjadi destinasi wisata kesehatan.
Hal itu disampaikan Praktisi Medis sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, dalam acara peresmian Pusat Produksi Sel Punca dan Produk Metabolit Nasional, Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah melakukan pelayanan terapi sel punca bagi pasien umum di berbagai rumah sakit.
Sementara, kata dr Ari, di beberapa negara lainnya, pelayanan sel punca masih berada di tahap riset dan belum secara resmi diberikan untuk pasien umum.
"Ini tentunya meningkatkan potensi adanya medical tourism karena ke depannya terapi sel punca bagi pasien umum. Tidak hanya diperuntukkan bagi pasien dalam negeri, tetapi juga pasien dari mancanegara," kata Ari.
Sejak penelitian terkait sel punca pertama kali dilakukan oleh FKUI dan RSCM pada 2008 hingga saat ini, Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran (UPTTK) Sel Punca RSCM FKUI telah melakukan penelitian berbasis pelayanan terapi pada berbagai kasus sebagai berikut.
- Kasus patah tulang gagal sambung
- Defek tulang panjang
- Defek tulang belakang
- Kelumpuhan akibat cedera saraf tulang belakang
- Osteoarthritis lutut
- Lesi osteokondral
- Degenerasi diskus tulang belakang
- Diabetes melitus
- Kaki diabetes
- Luka bakar dalam dan luas
- Kebutaan karena glaukoma
- Stroke
- Osteoporosis hingga penyakit jantung
- Skin rejuvenation
- Kebotakan (alopecia).
Penelitian yang dilakukan tersebut juga melibatkan lebih dari 30 dokter subspesialistik dari berbagai keilmuan.
Hingga saat ini, sudah lebih dari 300 orang pasien yang dilakukan terapi sel punca yang dibiayai dari berbagai hibah kompetitif senilai lebih dari Rp 36.000.000.000.
Ke depannya, kata Ari, penelitian sel punca akan dikembangkan untuk pengobatan gagal ginjal akut, nerve regeneration, demensia, alzheimer, dan penyakit-penyakit yang tidak lagi memberi respon dengan pengobatan konvensional (end stage) lainnya.
Tak hanya dari aspek klinis, perkembangan keilmuan penelitian sel punca FKUI-RSCM yang dimulai dari basic research (tingkat sel), translational research (animal study), hingga clinical trial pada orang sakit juga telah menghasilkan luaran akademis berupa 105 publikasi internasional.
Tim peneliti sel punca dari Klaster Stem Cell and Tissue Engineering IMERI-FKUI, UPTTK Sel Punca RSCM, bekerjasama PT Kimia Farma (Persero), akan mendirikan Pusat Produksi Sel Punca dan Produk Metabolit Nasional (PPSPPMN).
"PPSPPMN ini sebagai solusi atas kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap aplikasi dan pengobatan dengan sel punca dan produk metabolitnya," ujarnya.
Selain itu, RSCM sebagai pemilik fasilitas juga telah mendapatkan izin produksi dari BPOM.
PPSPPMN diharapkan akan mampu memproduksi berbagai jenis sel punca, baik autogenik maupun autologus, serta produk metabolit sel punca yang teregistrasi dan dapat diproduksi secara massal serta dikomersialisasikan.
Dituturkan Ari, hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI dalam Inpres Iomor 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, serta bentuk nyata kolaborasi tiga kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Riset Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara).
Hal tersebut dilakukan dalam upaya mewujudkan kemandirian, serta meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri melalui percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan hasil inovasi anak bangsa.
"Produk sel punca FKUI-RSCM ini menjadi contoh bahwa riset universitas yang inovatif (pelayanan berbasis penelitian) bisa berlanjut sampai di hilirisasi dan bermanfaat untuk masyarakat, bangsa dan negara," tutur dia.
https://sains.kompas.com/read/2019/12/26/200500223/indonesia-potensial-untuk-tujuan-wisata-kesehatan-lewat-produksi-sel-punca