Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jangan Percaya Lagi, Golongan Darah Tak Behubungan dengan Kepribadian

KOMPAS.com - Di Indonesia, menanyakan golongan darah pada orang yang baru dikenal mungkin dianggap janggal. Namun bagi masyarakat Jepang dan Korea Selatan, ini adalah hal yang sangat lumrah.

Orang-orang Jepang dan Korea Selatan percaya, golongan darah sangat memengaruhi kepribadian. Hal ini mungkin sama seperti budaya Barat yang percaya tentang zodiak atau shio.

Hingga kini, tak ada penelitian yang berhasil membuktikan hubungan antara golongan darah dan kepribadian.

Lantas, bagaimana mitos ini berkembang dan akhirnya diyakini hingga kini?

Mitos tentang golongan darah

Dilansir Big Think (25/3/2019), orang Jepang percaya bahwa setiap golongan darah membawa sifat berbeda.

Berikut adalah sifat yang diyakini ada pada golongan darah A, B, AB, dan O.

1. Golongan darah A

Mereka yang memiliki golongan darah A memiliki sifat hangat, ramah, penuh kasih sayang, baik hati, dan mudah bergaul.

Namun, mereka sedikit obsesif, rewel, dan pemalu. Terkadang mereka sombong dan cenderung mengabaikan kebahagiaan diri sendiri.

2. Golongan darah B

Orang dengan golongan darah B disebut kreatif, terbuka, spontan, dan ekstrovert.

Di sisi lain, mereka egois, tidak sabar, dan terlalu mandiri.

3. Golongan darah AB

Orang dengan golongan darah AB merupakan percampuran antara golongan darah A dan B.

Mereka agak kontradiktif, terkadang pemalu, dan tidak ramah pada orang lain.

Mereka dianggap sangat rasional dan mudah beradaptasi. Mereka bisa kritis, sulit mengambil keputusan, dan suka menyendiri.

4. Golongan darah O

Pemilik golongan darah O cenderung percaya diri, memiliki kemauan keras, dan kompetitif.

Negatifnya, mereka sangat egois, sombong, dan agresif.

Memprediksi kepribadian lewat golongan darah mungkin sama menyenangkannya seperti memprediksi sifat lewat zodiak.

Meski demikian, hanya sedikit bukti ilmiah yang mendukung pernyataan di atas.

Awal mula teori kepribadian golongan darah sebenarnya juga berakar dari dunia akademis. Dari eugenika hingga psikologi pop.

Awal mula teori kepribadian golongan darah

Golongan darah pertama kali ditemukan pada 1901 oleh dokter Austria Karl Landsteiner.

Sejak saat itu, ahli medis dunia tahu bahwa ketika seseorang menerima transfusi darah dari donor lain maka ada beberapa efek samping seperti demam, sensasi terbakar, menggigil, pembentukan gumpalan darah di pembuluh darah, dan lain sebagainya.

Penelitian tentang golongan darah berkembang. Hingga akhirnya pada awal abad ke-20, pemikiran rasial dan eugenika semakin populer di seluruh dunia.

Eugenika adalah filosofi sosial untuk memperbaiki ras manusia dengan membuang orang berpenyakit dan cacat, serta memperbanyak individu sehat.

Nazi terobsesi dengan gagasan darah murni. Jenis darah yang berbeda diyakini sebagai golongan ras berbeda dan sifatnya pun berbeda.

Dilansir Der Spiegel, seorang ahli bakteriologi menyatakan bahwa orang dengan golongan darah B memiliki sifat buruk.

Disebut bahwa golongan darah B banyak ditemukan pada psikopat, orang yang histeris, dan pecandu alkohol.

Pada 1920-an, untaian penelitian golongan darah dan kepribadian akhirnya sampai ke Jepang.

Seorang psikolog sosial Takeji Furukawa adalah orang pertama yang mengemukakan teori kepribadian golongan darah.

Studinya sangat cacat karena menggunakan sampel yang terlalu kecil dan metode statistik yang tidak mumpuni untuk dijadikan kesimpulan.

Namun, Furukawa sangat yakin dengan studinya. Teorinya pun berkembang di Jepang hingga hari ini.

Beberapa perusahaan di Jepang bahkan meminta calon karyawan mengisi kolom golongan darah untuk menentukan apakah kandidat cocok dengan jenis pekerjaan yang diberikan atau tidak.

Tak hanya perusahaan. Pemerintah Jepang bahkan menerapkan konsep ini dalam dunia militer. Mereka mengelompokkan tentara berdasarkan golongan darahnya.

Furukawa berpendapat, teori kepribadian golongan darah bisa berguna di bidang eugenika, salah satu subjek yang sangat diminati di Jepang selama separuh pertama abad ke-20.

Kenapa di era modern ini orang Jepang dan Korsel masih percaya itu?

Semua ini bermula dari seorang jurnalis bernama Masahiko Nomi yang menulis tentang teori sebelumnya.

Nomi menerbitkan 65 buku terlaris yang membahas hal ini, dan kemudian dilanjutkan oleh Toshitaka Nomi - anak Nomi - hingga ia meninggal pada 2006.

Kedua penulis inilah yang diduga sebagai orang paling berpengaruh dalam menyebarkan teori kepribadian golongan darah di negara itu.

Di awal abad ke-20, banyak orang yang ditolak dalam melamar pekerjaan karena golongan darah.

Bukti ilmiah

Meski budaya Jepang dan Korea Selatan sangat percaya bahwa golongan darah berdampak signifikan pada kepribadian, perlu dicatat bahwa hanya sangat sedikit bukti ilmiahnya.

Studi yang dilakukan Kengo Nawata misalnya. Dia mempelajari golongan darah dan kepribadian pada lebih dari 10.000 orang. Nawata menemukan, hubungan keduanya hanya 0,3 persen.

Penelitian lain menemukan bahwa golongan darah memiliki hubungan dengan kepribadian. Namun ini disebabkan oleh individu yang dengan sengaja mengubah kepribadiannya agar sesuai dengan teori tentang golongan darah.

Pada akhirnya, hubungan antara golongan darah dengan kepribadian sama seperti hubungan antara zodiak dan kepribadian. Masih sangat sedikit bukti ilmiah yang menemukan hubungan antara keduanya.

https://sains.kompas.com/read/2019/12/10/173100523/jangan-percaya-lagi-golongan-darah-tak-behubungan-dengan-kepribadian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke