BENDA langit itu tampak sebagai sebintik cahaya samar dengan bentuk ekor tak kalah samar. Sangat redup, kecerlangannya hanya 1 % dari planet–kerdil Pluto nan legendaris.
Gennady Borisov, astronom amatir Ukraina yang bekerja sebagai insinyur di Sternberg Astronomical Institute di Crimea, menjadi orang pertama yang menyaksikannya pada Jumat malam 30 Agustus 2019 waktu setempat. Borisov merekamnya melalui teleskop reflektor 65 cm buatan sendiri. Siapa sangka, komet tersebut ternyata datang dari ruang antarbintang.
Tata surya kita tidaklah sendirian dalam Bima Sakti ini. Di luar sana terdapat milyaran sistem keplanetan lain yang relatif mirip, dengan ribuan diantaranya telah ditemukan hingga saat ini.
Pada dasarnya sistem–sistem keplanetan tersebut lahir lewat mekanisme serupa, yakni dari awan yang berkondensasi membentuk bintang induk di pusatnya dan planet–planet di tepinya.
Konfigurasi ini awalnya tak stabil. Gravitasi bintang induk memang membuat planet–planet beredar mengelilinginya, akan tetapi gaya tarik menarik antar planet secara perlahan namun pasti mengubah bentuk orbitnya masing–masing.
Pada suatu saat, dua atau lebih planet itu mengalami sinkronisasi gravitasi, di mana periode revolusinya masing–masing merupakan fraksi bilangan sederhana terhadap planet yang lain.
Sinkronisasi memicu sentakan kuat yang mengubah orbit setiap planet yang terlibat. Ada planet yang terdorong lebih mendekat ke bintang induknya. Namun juga ada yang terdorong untuk lebih menjauhi bintang induknya, menempati kawasan yang lebih dingin.
Akibat perubahan ini, terjadilah konfigurasi ulang nan dahsyat, yang memaksa posisi kawasan asteroid dan komet dalam sistem keplanetan itu ditata ulang. Sebagian diantaranya bahkan harus rela terpental keluar dan mengarungi keluasan langit, menjadi asteroid atau komet antarbintang.
Benda langit temuan Borisov kini dikodekan sebagai komet C/2019 Q4 Borisov atau singkatnya komet Borisov saja. Komet Borisov tergolong komet antarbintang dan menjadi benda langit ketiga yang berasal dari ruang antarbintang yang telah ditemukan umat manusia sepanjang sejarah.
Benda langit pertama adalah asteroid 1I/Oumuamua (sebelumnya A/2017 U1), asteroid berbentuk mirip kapal selam sepanjang 500 meter yang ditemukan pada Oktober 2017 silam.
Sedang benda langit kedua adalah asteroid mini bergaris tengah hanya 50 cm yang menerobos selimut udara Bumi sebagai meteor–sangat terang (fireball) di lepas pantai utara pulau Irian pada 8 Januari 2014 silam. Asteroid 08012014 itu baru diidentifikasi sebagai benda langit dari ruang antarbintang pada April 2019 ini.
Baik kedua asteroid maupun komet Borisov memiliki satu ciri khas menonjol. Eksentrisitas orbitnya cukup besar hingga melebihi 1. Bahkan terhadap titik barisenter tata surya, yaitu titik di mana segenap massa tata surya kita diperhitungkan, ketiganya tetap mempunyai eksentrisitas orbit lebih besar dari 1.
Pada komet Borisov eksentrisitas orbitnya 3,2 sementara pada asteroid 08012014 sebesar 2,4 dan pada asteroid Oumumamua sebesar 1,2.
Artinya ketiga benda langit itu memiliki orbit hiperbolik, yakni orbit yang berpusat pada Matahari tetapi bersifat terbuka. Berbeda dengan benda–benda langit anggota tata surya yang telah dikenal saat ini, yang selalu menempati orbit ellips (ellips), yaitu orbit dengan eksentrisitas lebih besar dari 0 namun kurang dari 1.
Orbit ellips merupakan kurva tertutup. Komet–komet tertentu memang dikenal memiliki orbit parabolik, namun saat diperhitungkan kembali ke titik barisenter tata surya ternyata orbitnya tetap berupa ellips meski eksentrisitasnya mendekati 1.
Benda–benda langit berorbit ellips menunjukkan mereka terikat secara gravitasi terhadap tata surya khususnya kepada Matahari sebagai bintang induk.
Sebaliknya asteroid Oumuamua, asteroid 08012014 dan komet Borisov tidak demikian. Mereka hanya kebetulan melintas dalam tata surya tanpa bisa dipaksa mengorbit Matahari layaknya Bumi kita dan kawan–kawannya. Karenanya mereka melesat sangat cepat.
Terdapat besaran kecepatan lebih hiperbolis bagi sebuah benda langit, yang menjadi parameter untuk terikat tidaknya benda langit tersebut kepada tata surya.
Komet dengan orbit paling ellips yang pernah ditemukan (yakni C/1980 E1 Bowell) memiliki kecepatan lebih hiperbolis hanya 3 km/detik. Angka ini merupakan batas kecepatan lebih hiperbolis tertinggi bagi anggota tata surya.
Sebaliknya pada asteroid Oumuamua, asteroid 08012014 dan komet Borisov kecepatan lebih hiperbolisnya jauh lebih besar, masing–masing 26 km/detik, 60 km/detik dan 30 km/detik.
Berbeda dengan kedua benda langit dari ruang antarbintang sebelumnya, komet Borisov menjanjikan kesempatan lebih baik. Saat ditemukan, komet ini berjarak 404 juta kilometer dari Matahari kita dan sedang bergerak mendekat ke sang surya menuju titik perihelionnya.
Titik perihelion itu dicapai pada 9 Desember 2019 ini, sejarak 293 juta kilometer. Terhadap Bumi, komet Borisov akan mencapai jarak terdekatnya 19 hari kemudian dengan jarak cukup besar yakni 282 juta kilometer.
Dimensi inti komet ini diduga cukup besar, yakni sekitar 20 km. Karenanya saat tiba di perihelionnya kelak ia akan lebih terang dibanding saat ini, dengan magnitudo semu +14 atau hanya setara terangnya planet–kerdil Pluto.
Bagi para astronomi amatir Indonesia, komet ini akan mengecewakan karena cukup redup. Namun tidak demikian dengan dunia astronomi amatir global, yang telah terbiasa mengamati benda–benda langit seredup Pluto atau lebih redup lagi. Apalagi untuk observatorium–observatorium astronomi terkini dengan teleskop–teleskop raksasanya dan segenap radas–radas berteknologi tinggi yang menjadi pelengkapnya.
Kesempatan terbaik dalam mengamati komet ini jatuh pada sepuluh hari pertama Desember 2019 meski akan terganggu oleh cahaya Bulan purnama. Dalam periode ini, komet akan berada di rasi bintang Crater di sisi barat Virgo dan masih bertengger di langit pasca Matahari terbenam hingga beberapa jam kemudian.
Observasi komet Borisov ini penting guna lebih memahami semesta khususnya komposisi bahan penyusun sistem keplanetan di luar tata surya kita. Juga penting artinya dalam memitigasi potensi ancaman dari langit.
Seperti diperlihatkan dalam kasus asteroid 08012014, benda–benda langit dari ruang antarbintang pun punya potensi menumbuk Bumi menciptakan hantaman kosmik.
Berbeda dengan asteroid atau komet dalam tata surya kita, mereka jauh lebih tak terprediksi. Dan dengan kecepatan yang lebih tinggi, energi yang diangkutnya bakal lebih besar. Asteroid 08012014 hanya bergaris tengah 50 cm namun terdeteksi melepaskan energi yang setara dengan seper 180 bom nuklir Nagasaki.
https://sains.kompas.com/read/2019/12/09/170500423/komet-yang-datang-dari-ruang-antarbintang