KOMPAS.com - Saat kita periksa karena sakit, dokter akan menanyakan apakah pasien memiliki alergi obat atau tidak.
Hal ini dilakukan untuk mencegah atau menghindari reaksi abnormal dari sistem imun saat melawan zat asing masuk ke tubuh, yang pada dasarnya tidak berbahaya. Zat ini disebut alergen.
Tidak seperti alergi debu atau serbuk bunga, alergi obat baru diketahui setelah pasien mengonsumsi obat.
"Jadi belum ada tes untuk alergi obat," kata Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (6/12/2019).
Dilansir Hello Sehat, ketika tubuh menunjukkan reaksi tertentu artinya sistem kekebalan tubuh sedang mengidentifikasi obat sebagai zat asing dan ingin membuangnya dari tubuh.
Sistem kekebalan tubuh merespon zat asing dalam berbagai cara, yang semuanya mengarah pada peradangan. Respon peradangan ini dapat menyebabkan seseorang memiliki gejala seperti ruam, bentol, demam, atau gangguan pernapasan.
Alergi obat sendiri sebenarnya tidak umum terjadi. Menurut Organisasi Alergi Dunia (WAO), kondisi ini terjadi hanya pada 3 sampai 5 persen pasien yang dirawat di rumah sakit. Bahkan lebih dari 90 persen kasus alergi obat sebenarnya diakibatkan oleh hal lain.
Berbagai reaksi alergi obat, dari yang ringan sampai ekstrem
Reaksi alergi obat setidaknya dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni:
1. Reaksi paling umum, kulit bentol
Reaksi paling umum dan paling ringan adalah peradangan pada kulit yang membuat bentol seperti biduran.
Ini sama halnya seperti orang yang memiliki alergi udang atau makanan tertentu.
Untuk alergi ringan, perawatan dan pengobatan dapat dilakukan dari rumah.
2. Sindrom Steven-Johnsons (SJS)
Reaksi alergi obat lain yang bisa muncul adalah Stevens-Johnsons syndrome (SJS) atau sindrom Steven-Johnson.
SJS cukup jarang terjadi di Indonesia, tapi merupakan kondisi serius. Penyakit SJS menyebabkan kulit penderita gatal, mengelupas, bahkan sampai melepuh akibat dari reaksi berlebih terhadap obat dan infeksi tertentu.
Dikatakar dr. Muhammad Faham yang praktik di RS Khusus Bedah (RSKB) AN Nur Yogyakarta, SJS dapat membuat kulit penderitanya melepuh di seluruh tubuh, termasuk area mulut.
"Kondisi ini bisa dibarengi dengan sesak napas. Itu yang paling berat," kata Faham kepada Kompas.com dihubungi Kamis (5/12/2019).
Selain itu Faham mengatakan, SJS tidak menyebabkan kematian. Alergi jenis ini membuat pasien kesulitan makan atau minum karena ada luka di area mulut dan nyeri telan.
"Sama seluruh badan (pasien dengan SJS) terasa perih," kata Faham.
3. Reaksi obat paling ekstrem, syok anafilaktik
Syok anafilaktik adalah reaksi elergi berat yang secara tiba-tiba dapat menyebabkan kematian.
Syok anafilaktik biasanya ditunjukkan dengan berbagai gejala termasuk ruam gatal, pembengkakan tenggorokan, dispnea, muntah, kepala terasa ringan, dan tekanan darah rendah.
Selain itu, syok anafilaktik dapat mengganggu saluran pernapasan dan sesak napas, hal ini yang dapat mengancam jiwa.
Faham menjelaskan, anafilaktik terjadi dalam waktu singkat hingga menyebabkan kematian.
Kondisi seperti ini biasanya dipantau di rumah sakit agar dapat diberikan terapi injeksi.
Pentingnya jujur saat berkonsultasi
Karena adanya risiko reaksi alergi obat seperti dipaparkan di atas, inilah yang membuat dokter harus menanyanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi atau tidak. Baik alergi yang ringan hingga berat.
"Kalau ada riwayat alergi, tentu itu akan dihindari. Walaupun ada kemungkinan kecil, yang tadinya tidak alergi pada kesempatan lain muncul alergi," kata Faham.
Misalnya, sebelumnya minum antibiotik tidak ada alergi. Namun kemudian ketika diberi obat yang sama baru muncul alergi. Hal semacam ini bisa saja terjadi pada beberapa orang.
Dituturkan Faham, hal seperti ini dipicu oleh respons tubuh yang lambat.
"Baru muncul (alergi) setelah dirangsang kedua kalinya (diberi obat)," jelas Faham.
Beda alergi obat dengan efek samping obat
Efek samping adalah akibat sekunder dari penggunaan obat. Kondisi ini mungkin merugikan, mungkin juga menguntungkan.
Efek samping adalah sesuatu yang mungkin terjadi pada orang sehat yang minum obat, dan tidak selalu melibatkan sistem kekebalan tubuh.
Misalnya, aspirin, yang digunakan untuk mengobati sakit kepala, sering menyebabkan sakit perut (efek samping yang merugikan) namun juga mengurangi risiko Anda mengalami serangan jantung dan stroke (efek samping yang menguntungkan).
Acetaminophen (Tylenol), yang digunakan untuk nyeri, terkait dengan kerusakan hati (efek samping yang merugikan); nitrogliserin, yang digunakan untuk memperlebar pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah, juga dapat meningkatkan fungsi mental (efek samping yang menguntungkan).
Sedangkan alergi obat adalah sekelompok gejala yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat. Reaksi alergi adalah hasil respon dari sistem kekebalan tubuh Anda.
https://sains.kompas.com/read/2019/12/06/173300623/alergi-obat-umumnya-bikin-bentol-tapi-ada-juga-yang-picu-kematian