KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Periode 2012-2014, Dr Nafsiah Mboi, SpA MPH menyebutkan, stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Karena stigma dan diskriminasi terhadap ODHA itu sama saja melanggar ODHA dan juga termasuk pelanggaran HAM sebenarnya," kata Nafsiah dalam acara "HIV/AIDS Stigma & Discrimination in the Workplace:Time to Stop!" yang diadakan di Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) Universitas Indonesia, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Stigma dan diskriminasi bisa berlaku dan berlangsung di mana saja, termasuk di lingkungan rumah atau tempat tinggal, keluarga, dan tempat bekerja.
"Sebenarnya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA itu paling banyak di lingkungan rumahnya atau daerah sekitar tempat tinggalnya, tapi kali ini, pada kesempatan ini saya akan berfokus kepada stigma dan diskriminasi ODHA dalam ruang lingkup pekerjaan atau tempat bekerjanya," ujar Nafsiah.
Dijelaskan Nafsiah, ada beberapa bentuk stigma dan diskriminasi yang sering terjadi pada ODHA di tempat kerja.
1. Ketidakpedulian
Bentuk ketidakpedulian orang lain mengenai perasaan ataupun apa yang sebenarnya sedang dialami oleh ODHA.
"Ditambah lagi salah informasi, hoaks, mitos, atau rumor yang buruk-buruk semua tentang HIV/AIDS itu, inilah yang menimbulkan ketakutan orang disekitar terhadap ODHA," tutur dia.
Ketakutan orang di sekitar itu jugalah yang memicu ODHA mengalami ketidakpercayaan terhadap dirinya, stres, dan bahkan bisa jadi depresi.
2. Ketakutan
Ketakutan akibat informasi yang salah juga dapat membuat ODHA dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya, bahkan di-bully.
"Orang-orang atau masyarakat mungkin masih ada saja yang berpikir atau mindset-nya ODHA itu menular, menjijikkan, dan sebagainya. Jadi, mesti dijauhi dan enggak perlu diajak berteman," kata dia.
Padahal, HIV/AIDS tidak bisa ditularkan hanya dari pertemanan, berbicara, bersalaman, ataupun hanya sekadar berbagi cerita.
Nafsiah menjelaskan bahwa HIV/AIDS hanya bisa ditularkan lewat hubungan seks tanpa alat pengaman seperti kondom, serta beberapa faktor risiko lainnya yang menjadi penyebab HIV/AIDS tersebut.
3. Promosi ditunda bahkan tidak diberikan
Hal ini terjadi karena kekhawatiran dan rasa takut yang masih dimiliki oleh para pemegang kepentingan dan kebijakan di tempat ODHA bekerja.
Nafsiah berkata bahwa pola pandang bahwa ODHA itu perlu dijauhi atau dihindari juga dapat terjadi di ruang lingkup kantor atau pekerjaan dan membuat ODHA sulit dipromosikan jabatannya karena dinilai mempunyai kekurangan.
4. Dipecat dari tempat kerja
Lebih buruk dari sekadar tidak dipromosikan di tempat kerja adalah bila ODHA sampai dipecat karena penyakit yang dialaminya. Padahal, tidak mudah bagi ODHA untuk mencari pekerjaan, dan kalaupun bisa mendapatkannya, ODHA mungkin akan mendapat tekanan di tempat kerjanya karena menderita HIV/AIDS.
Hak dan tanggung jawab ODHA
Harus diingat bahwa ODHA juga memiliki hak dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Hak untuk sehat, tidak terinfeksi HIV dan AIDS.
2. Hak untuk diperlakukan secara manusiawi, non-diskriminasi, non-judgemental.
3. Tanggung jawab ODHA yaitu harus berperilaku hidup sehat, melindungi diri sendiri, dan orang lain, termasuk pasangan (suami atau istri), anaknya agar tidak tertular atau terinfeksi HIV dan AIDS juga.
"Ingat semua orang punya hak dan tanggung jawab yang sama, termasuk ODHA. Berpotensi HIV itu belum tentu HIV positif, dan juga belum tentu itu AIDS. Prevent (cegah), prevent, dan prevent itu yang penting," tegas Nafsiah.
https://sains.kompas.com/read/2019/12/02/180400123/nafsiah-mboi-stigma-dan-diskriminasi-odha-itu-pelanggaran-ham