KOMPAS.com - Hingga saat ini belum ada obat untuk AIDS. Namun kepatuhan untuk terus mengonsumsi obat rejimen anti-retroviral (ARV), akan memberi harapan hidup tinggi.
Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang ampuh menekan virus HIV/AIDS dalam tubuh Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Saking ampuhnya, penderita HIV/AIDS bahkan bisa berkeluarga, produktif bekerja, berkeluarga dan virus nya tidak menular ke istri dan anaknya.
Dengan kata lain, ODHA yang meminum ARV secara teratur tanpa tertinggal sekalipun dapat hidup layaknya orang yang tidak menderita HIV/AIDS.
Di Indonesia sendiri, pemakaian obat ARV dapat menurunkan angka kematian ODHA.
Rekam jejak ARV
Ketua Panli HIV AIDS PIMS Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD menjelaskan, awal pertama HIV/AIDS masuk ke Indonesia dibandingkan dengan sekarang jauh berbeda dari segi jumlah korban.
"Karena kehadiran ARV itu, angka kematian akibat HIV/AIDS jadi menurun," kata dr Samsuridjal dalam siaran pers Kementerian Kesehatan RI yang diterima Kompas.com.
dr. Samsuridjal mengatakan, pada 1986 ada laporan kasus seorang perempuan Indonesia dirawat di sebuah rumah sakit karena menderita HIV.
Kemudian tahun 1987 di Bali terdapat seorang wisatawan asal Belanda yang meninggal karena HIV.
"Dari situlah mulai kasus meningkat, dan biasanya adalah pasien datang dalam keadaan sakit berat, sudah dalam infeksi oportunistik entah itu TBC, infeksi otak, entah penyakit lain, kemudian diperiksa HIV dan diketahui positif," katanya.
dr. Samsuridjal yang juga berprofesi sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menambahkan, kasus HIV/AIDS menurun setelah adanya ARV di Indonesia.
Sejarah ARV masuk Indonesia
ARV pertama kali ada pada 1997 dan Pemerintah Indonesia mulai menyediakan obat ARV secara cuma-cuma pada akhir 2014.
Saat belum ada ARV, ODHA yang sudah dalam keadaan infeksi oportunisktik atau HIV berat, umumnya hanya mampu bertahan hidup selama 6 bulan dan paling lama 2 tahun.
"Jadi pada waktu itu yang ramai di setiap negara adalah pembuatan shelter untuk menampung penderita HIV. Ada di mana-mana, Amerika, Eropa, Thailand, dan Indonesia. Waktu itu mempersiapkan shelter karena belum ada ARV yang bisa menekan virus tersebut," katanya.
Setelah ada ARV, kondisinya berubah.
Angka kematian akibat HIV/AIDS menurun, kemudian juga semakin banyak ditemukan penderita HIV/AIDS dalam keadaan belum ada gejala.
dr. Samsuridjal mencontohkan, jika ada seorang suami masuk ke rumah sakit dan diperiksa HIV/AIDS dah hasil nya positif, istri pasien harus dilakukan tes HIV juga.
Sehingga, apabila istri belum ada infeksi oportunistik dapat segera diberikan ARV.
"Sekarang sebagian besar mungkin sekitar 300 ribu lebih orang sudah diketahui terinfeksi HIV di Indonesia, dan sekitar 120 ribu orang mengonsumsi ARV secara teratur," ucap dr. Samsuridjal.
Manfaat ARV
Ia menilai, dari penderita HIV yang mengonsumsi ARV sudah bisa dilihat manfaatnya.
Mereka dalam keadaan sehat, produktif, bahkan berkeluarga, memiliki anak dan tidak menular ke anak dan istrinya.
"Karena itulah Kemenkes bersama LSM dengan para profesi sekarang yang sangat dianjurkan adalah kita bisa mendeteksi. Barangkali kita masih punya sekira 300 ribuan lagi ODHA yang belum terdeteksi HIV. Dari yang (ODHA) sudah produktif sebagian ada yang sudah bisa berpenghasilan dan memang sebagian besar mereka usaha mandiri," katanya.
dr. Samsuridjal mengharapkan ada banyak peluang kerja bagi ODHA yang sudah produktif di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan hak ODHA dan selain ODHA sama di masyarakat.
https://sains.kompas.com/read/2019/12/01/100400823/hari-aids-sedunia-keberadaan-obat-arv-beri-harapan-hidup-odha