Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bencana Besar jika Suhu Bumi Naik 2 Derajat Celcius pada 2030

Para ilmuwan yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tersebut menjelaskan dampak negatif jika Bumi mengalami kenaikan suhu di atas 1,5 derajat Celcius.

Penting untuk menekan kenaikan suhu Bumi agar tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius pada 2030.

Director World Resources Institute (Yayasan Institut Sumber Daya Manusia) Indonesia, Nirarta Samadhi, dalam presentasinya menyebutkan bahwa negara-negara di dunia hanya memiliki waktu kurang dari 12 tahun untuk mencegah kenaikan suhu sebesar 2 derajat Celcius.

“Beberapa efek yang mungkin terjaid antara lain hawa panas yang ekstrem, kenaikan permukaan laut, kegagalan panen, dan matinya koral di lautan,” tuturnya dalam diskusi yang digelar di kantor WRI Indonesia, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Jika suhu Bumi naik 2 derajat Celcius…

Maka suhu Bumi akan mengalami peningkatan sebesar 37 persen. Sementara jika suhu ditekan dengan kenaikan di bawah 1,5 derajat Celcius, peningkatan suhu Bumi akan sebesar 14 persen.

Kemudian, jika suhu Bumi naik menjadi 2 derajat Celcius, permukaan laut akan naik sebesar 0,46 meter. Jika suhu ditekan dengan kenaikan di bawah 1,5 derajat Celcius, kenaikan permukaan laut akan sebesar 0,4 meter.

Naiknya suhu Bumi juga sangat berpengaruh terhadap kesuksesan panen. Jika suhu Bumi naik 2 derajat Celcius, maka jumlah panen dunia akan berkurang sebesar 7 persen. Sementara jika suhu ditekan dengan kenaikan di bawah 1,5 derajat Celcius, gagal panen kemungkinan bertambah 3 persen.

Mengenai biota laut, jika suhu Bumi bertambah 2 derajat Celcius, jumlah koral di dunia akan berkurang sebesar 99 persen. Sementara jika suhu ditekan dengan kenaikan di bawah 1,5 derajat Celcius, jumlah koral akan berkurang 70-90 persen.

COP 25

Lalu bagaimana cara untuk menekan suhu Bumi agar tidak bertambah lebih dari 1,5 derajat Celcius pada 2030?

Puluhan negara berkumpul untuk mengikuti United Nations (UN) Climate Change Conference COP 25 yang akan digelar pada 2-13 Desember 2019.

Tahun ini COP 25 akan digelar di Madrid, Spanyol. Konferensi ini menuntut negara-negara di dunia untuk ikut andil dan merumuskan strategi pengurangan emisi karbon sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing negara.

Tahun ini, COP 25 berfokus pada implementasi Paris Agreement, yang mewajibkan tiap negara untuk membuat Nationally Determined Contributions (NDC) dan strategi jangka panjang pengurangan emisi karbon.

“Meski bukan menjadi negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia, Indonesia juga diharapkan bisa memasukkan NDC pada tahun 2020. cOP 25 adalah kesempatan bagi Indonesia unutk meningkatkan ambisi perubahan iklim dan mengembangkan strategi jangka panjang,” tutur Arief Wijaya, Manager Senior Iklim dan Kehutanan WRI Indonesia pada kesempatan yang sama.

Salah satu langkah yang dilakukan Indonesia dalam ranah pengurangan emisi karbon adalah Low Carbon Development Initiative (LCDI) atau Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK).

Ini merupakan sekumpulan kebijakan perencanaan pembangunan terintegrasi dan strategi investasi rendah karbon untuk mendorong Indonesia menurunkan intensitas emisi karbon.

LCDI terfokus pada lima hal yaitu transisi menuju energi terbarukan dan mengurangi energi batu bara; moratorium dan penggunaan berkelanjutan pada kehutanan dan pertambangan; meningkatkan produktivitas lahan; kebijakan efisiensi energi; dan menetapkan target pada sektor kelautan dan perikanan serta biodiversitas.

“Pada 2020 (NDC) harus final, target paling akhir ya tahun itu. Per 1 Januari 2021, Paris Agreement sudah beroperasi. Kita harapkan targetnya selesai di tahun ini,” tutur Dida Gardera selaku Asisten Deputi Pelestarian Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada kesempatan yang sama.

https://sains.kompas.com/read/2019/11/27/180500423/bencana-besar-jika-suhu-bumi-naik-2-derajat-celcius-pada-2030

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke