Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fenomena Artis Pamer Saldo ATM, Psikolog Sebut Termasuk Star Syndrome

KOMPAS.com - Belakangan, banyak konten media sosial yang menampilkan kekayaan harta benda sang kreator, entah itu di Instagram, YouTube, maupun lini masa lainnya.

Ajang memamerkan kekayaan ini pun beragam. Ada yang memberikan sejumlah uang untuk orang tertentu, memamerkan koleksi benda-benda yang nilainya miliaran rupiah, hingga tren membeberkan isi saldo rekening di kalangan artis.

Di masyarakat kita, memamerkan kekayaan harta benda bukanlah hal yang etis dan patut dilakukan.

Lantas, kenapa banyak orang suka memamerkan harta benda hingga dibuat sebagai konten spesial?

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Hastaning Sakti, M.Kes, menjelaskan fenomena ini kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (21/11/2019).

Menurut Hasta, kekayaan material seperti perhiasan, mobil, uang, dan sebagainya merupakan sesuatu yang melekat di luar tubuh.

"Pamer itu sebuah upaya pernyataan diri. Nah ketika kita pamer, kalaupun itu bukan artis, menurut saya itu star syndrome," ungkap Hasta.

Star syndrome yang dimaksud Hasta di sini, merupakan perilaku yang dilakukan agar seseorang dapat dipandang, diakui, dan dianggap oleh orang lain.

"Kalau menurut saya, dia (orang yang suka pamer) membuat status diri dengan realita yang dia punya, tapi sebenarnya itu (kekayaan) kan enggak harus diomongin," imbuhnya.

Kepuasan pribadi dan membuka aib

Selain ingin mencari status dan dipandang oleh orang lain, Hasta juga mengungkap bahwa seseorang yang suka pamer melakukan hal itu untuk kepuasan pribadi.

"Ada kepuasan sendiri ya. Aku punya ini lho," kata Hasta.

Menurut Hasta, orang yang memiliki kecenderungan untuk memamerkan harta benda sebenarnya sedang membuka rahasianya.

Maksudnya, dengan seseorang memamerkan apa yang dimiliki, maka orang lain akan tahu seberapa besar harta yang dimilikinya.

Bila ada orang yang memiliki niat jahat, kebiasaan memamerkan harta benda justru bisa menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

"Secara moral kan orang lain tidak boleh tahu kekayaan kita. Ketika kita share itu (kekayaan), dia enggak sadar bahwa mungkin ada orang yang akan mencuri atau memeras dia. Ini berarti kan dia enggak aware dengan kondisi dia sebenarnya," ujarnya.

"Sebetulnya kalau dia buka rahasia dia sendiri, dia buka aibnya sendiri, itu kan aib yang akan mengundang orang lain untuk menyerang dia nantinya. Tapi dia enggak mikir sampai ke situ. Dia hanya ingin dianggap lebih aja, star syndrom-nya itu. Orang-orang macam gini ada kecenderungan sombong juga," imbuh dia.

Maraknya fenomena memamerkan harta benda di sosial media, juga dipengaruhi oleh hukum atraksi.

Hukum atraksinya, ketika seseorang memberikan "bahan" seperti memamerkan koleksi benda-benda mahal, orang tersebut berpikir apa yang dilakukannya akan mengundang daya tarik orang lain.

Jika di media sosial, like dan komentar yang diberikan netizen adalah reward untuknya.

"Kalau di media sosial, reward itu yang akan selalu dipegang dan dikejar," kata Hasta.

Bisakah perilaku ini dihilangkan?

Menurut Hasta, mengubah perilaku untuk menjadi pribadi yang lebih baik bisa dilakukan, termasuk mengurangi kecenderungan pamer.

Hal ini terutama atas kesadaran diri sendiri untuk mau berubah.

Selain kesadaran diri sendiri, Hasta mengingatkan, warganet juga dapat ikut terlibat untuk memengaruhi kreator.

Salah satunya memberikan masukan bahwa apa yang dilakukannya bisa saja menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.

https://sains.kompas.com/read/2019/11/21/123956723/fenomena-artis-pamer-saldo-atm-psikolog-sebut-termasuk-star-syndrome

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke